REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 28,12 persen perokok di Indonesia pernah atau sedang mengkonsumsi rokok ilegal. Jika angka tersebut dikonversikan dengan pendapatan negara, maka potensi pajak yang hilang bisa mencapai Rp53,18 triliun.
Temuan tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei INDODATA terkait potret peredaran rokok illegal di Indonesia. "Ini bukti bahwa penyebaran rokok ilegal di Indonesia sudah sangat masif dan berbeda jauh dengan temuan-temuan sebelumnya, bahkan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Penemuan kami berada di atas 25 persen," kata Direktur Eksekutif INDODATA, Danis TS Wahidin dalam konferensi pers Hasil Survei Rokok Ilegal di Indonesia, Ahad (24/10).
“Angka Rp53,18 triliun itu keluar berdasarkan estimasi rentang peredaran rokok ilegal itu ada 127,53 miliar batang dan temuan hasil survei ini tidak jauh berbeda dengan perhitungan gap antara CK-1 dan Susenas yang sebesar 26,38%," ungkap Danis.
Angka puluhan triliun itu terhitung sangat besar pada saat negara sedang membutuhkan pemasukan di tengah kondisi ekonomi yang sulit akibat pandemi Covid-19 ini.
Danis menerangkan, latar belakang survei ini berangkat dari perdebatan tentang relasi antara peningkatan dan tingginya cukai terhadap rokok resmi dengan rokok ilegal di Indonesia. "Muncul perdebatan penting lainnya, terkait dengan dampak dari peredaran rokok ilegal di Indonesia tidak signifikan, ada yang menyatakan 2%, 4%, sekitar 17%," papar Danis.