Senin 25 Oct 2021 22:10 WIB

Survei Indodata: Peredaran Rokok Ilegal Sangat Masif

Hasil survei Indodata menyebut penyebaran rokok ilegal sangat masih di Indonesia.

Warga berjalan melintasi spanduk kampanye stop rokok ilegal di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (6/10/2021). Bea Cukai terus mengamankan potensi kerugian negara dari peredaran rokok ilegal dan berupaya menekan peredaran ilegal secara nasional hingga tiga persen sesuai target pada tahun ini.
Foto:

Dia mencatat kenaikan tarif cukai dan harga rokok terus terjadi hampir setiap tahunnya, termasuk pada 2020 ketika pandemi COVID-19 mewabah di Indonesia dan menekan berbagai lini usaha. 

Namun, Firman menekankan dampak kebijakan cukai yang eksesif akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. "Jadi berbanding lurus dengan apa yang ditemukan Saudara Danis," ucap Firman via virtual. 

Diasumsikan kalau ada peredaran rokok ilegal 5% untuk 2020, maka potential loss dari penerimaan cukai sudah Rp4,38 triliun. Padahal data Bea Cukai prosentase peredaran rokok ilegal di tahun 2018 adalah 7%, 2017 adalah 10%, dan sebelumnya 2016 sebesar 12%, sedangkan 2020 sebesar 4%. Merujuk data ini maka dipastikan mempengaruhi target penerimaan cukai. 

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan yamg juga hadir secara virtual mengatakan, selain kebijakan cukai eksesif 23% di tahun 2020 dan 2021, peredaran rokok ilegal turut mengancam kelangsungan usaha IHT. 

Hal ini bisa dilihat dari data jumlah pabrik rokok ilegal dari tahun ke tahun menurun drastis. Pada tahun 2007, papar dia, terdapat 4.793 parik rokok legal di Indonesia turun hingga tersisa 487 pabrik di 2017.

Menurut Henry, maraknya rokok ilegal sejak 2020 karena daya beli konsumen turun, tingginya harga jual rokok legal dan kurangnya efektif penindakan rokok ilegal di lapangan. 

Untuk itu, dia mengusulkan kepada pemerintah agar dilakukan strategi penindakan rokok ilegal secara extra ordinary. Dia juga meminta tarif IHT pada 2022 tidak naik atau tetap sebesar tarif yang berlaku di tahun ini.  

"Kondisi IHT saat ini sangat terhimpit dan kritis, butuh relaksasi minimum tiga tahun bagi usaha IHT untuk pemulihan," tuturnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement