REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat sosial Keagamaan dan Politik, Sudarto Abdul Hakim menyesalkan pernyataan Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholis Qoumas yang menuai polemik. Menag menyatakan bahwa Kementerian Agama merupakan hadiah khusus untuk Nahdlatul Ulama (NU).
"Saya merasa heran dan sangat menyesalkan terhadap statemen yang dibuat Menteri Agama RI," ujar Sudarto dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (24/10).
Sebagai seorang aktivis dan pimpinan sebuah ormas pemuda muslim yang sangat terkenal, menurut dia, Gus Yaqut semestinya mengerti betul sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia dan secara khusus sejarah Kementerian Agama. Menurut dia, sudah banyak hasil riset yang dilakukan oleh para sarjana dan peneliti dari Indonesia dan dari luar tentang sejarah Kementerian Agama ini.
"Secara akademik dan ilmiah, statement Menteri Agama tidak bisa dipertanggung jawabkan bahwa Kementerian Agama itu adalah hadiah dari negara untuk NU," ucapnya.
Karena itu, Sudarto meminta kepada Gus Yaqut agar menahan diri untuk tidak memberikan pandangan atau statement emosional dan tidak bisa dipertanggung jawabkan secara akademik. "Menghargai karya-karya sejarah yang kredibel secara ilmiah itu sangat penting karena ini sekaligus mencerminkan sikap hormat seorang Menteri kepada ilmu pengetahuan," katanya.
Menurut dia, demokrasi memberikan ruang yang setara kepada semua warga bangsa untuk memainkan peran-peran dalam bidang-bidang yang diminati. Semua warga bangsa secara konstitusional dan politik, kata dia, memperoleh jaminan dan perlindungan untuk berkiprah secara maksimal. Karena itu, prinsip prinsip seperti meritokrasi, professional, partisipatif, inklusif dan berkeadilan menjadi penting dalam demokrasi.
"Saya memandang, statement Menag berpotensi mengabaikan dan bahkan melanggar berbagai prinsip demokrasi dalam mengelola negara ini," jelasnya.
Sebelumnya, pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyebut Kementerian Agama sebagai "hadiah khusus" dari Pemerintah Republik Indonesia untuk NU menuai polemik.
"Kemenag itu hadiah negara untuk NU bukan untuk umat Islam secara umum, tetapi spesifik untuk NU. Jadi wajar jika NU memanfaatkan peluang yang ada di Kemenag," ujar Yaqut, sebagaimana dikutip dari berbagi situs berita.