Ahad 24 Oct 2021 11:33 WIB

Peneliti SMRC: Target Golkar Menang 20 Persen Bisa Dicapai

Golkar targetkan menang 20 persen.

Peneliti SMRC: Target Golkar Menang 20 Persen Bisa Dicapai. Foto:   Bilik dan kotak suara Pemilu 2019 di AS (Ilustrasi)
Foto: VOA
Peneliti SMRC: Target Golkar Menang 20 Persen Bisa Dicapai. Foto: Bilik dan kotak suara Pemilu 2019 di AS (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Peneliti politik dari SMRC, Saidiman Ahmad menilai pernyataan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto yang menargetkan kemenangan 20 perse  pada pemilihan legislatif 2024, tidak mustahil untuk dicapai atau setidaknya didekati.

"Saya melihat pernyataan 20 persen itu memang besar dan ambisius tapi itu bukan hal yang mustahil untuk didekati," ungkap Saidiman saat dihubungi, Sabtu (24/10)

Baca Juga

"Alasan utamanya kita lihat Golkar relatif solid. kemudian terdepan mengawal program pembangunan Pak Jokowi, termasuk pemulihan ekonomi nasional, dan penanggulangan covid-19 dimana pak Airlangga sendiri jadi ketuanya," lanjutnya.

Sejumlah program di atas menjadi perhatian publik dan alat ukur tingkat kepuasan terhadap kebijakan pemerintah. Golkar dinilai juga memiliki peranan besar dalam pembuatan UU Cipta Kerja.

Keputusan Golkar untuk terdepan dalam kebijakan pemerintah menuai hal positif. Saat partai-partai pendukung utama pemerintah, seperti PDI-P dan Gerindra mengalami penurunan, Golkar menjadi satu-satunya yang mengalami kenaikan elektabilitas dalam satu tahun terakhir.

"Kita tahu partai Golkar itu terdiri dari politisi-politisi lama yang sangat piawai, sangat bagus gerakannya," imbuhnya

Saidiman menilai, Jika Partai Golkar bisa   konsisten tetap solid sampai akhir, dan  tetap terdepan mengawal program-progtam pemerintahan Jokowi yang populer dan diapresiasi maka bukan mustahil angka 20 persen bisa didekati, meski juga tidak mudah. 

Sementara untuk pencapresan. Saidiman menilai Partai Golkar yang mendorong Airlangga Hartarto berpeluang berkoalisi dengan Partai Nasdem dalam Pilpres 2024.

Koalisi partai ini besar kemungkinan akan berhadapan dengan koalisi partai yang dipimpin Gerindra dan PDI-P.

"Nasdem menjadi lebih mungkin (koalisi dengan Golkar). Misalnya nasdem mendorong orang seperti ridwan kamil berpasangan dengan Airlangga, walaupun karakternya sama-sama teknorat," ujarnya.

Saidiman mengatakan Golkar memiliki tradisi mencalonkan kadernya sebagai presiden dan wakil presiden sejak 2024. Satu-satunya pilpres yang tidak melibatkan kader Golkar adalah pilpres 2019.

Ia menduga pada pemilu nanti Golkar akan kembali memasukkan kadernya sebagai  calon presiden, atau calon wakil presiden. 

"Saya kira paling potensial ketua umum sendiri pak Airlangga hartarto. Tantangannya  dari sisi penerimaan publik, tetapi ada temuan mulai ada perkembangan," katanya.

Saidiman juga menilai kekuatan utama Airlangga yakni Menko Perekonomian itu relatif diterima oleh elite. Airlangga  tidak memiliki konflik dengan siapapun dan bisa berkomunikasi dengan siapa saja. Itu terjadi karena Airlangga muncul sebagai politisi tetapi gaya teknokratik. 

"Tidak terlalu banyak bicara tetapi bekerja dan menurut saya itu disukai oleh para elite. terbukti di golkar itu selama dia memimpin tidak ada goncangan yang berarti," ujarnya.

Saidiman mengatakan partai Golkar juga dimungkinkan membangun koalisi dengan partai-partai lainnya yang eks -Golkar. Meski tidak bisa dipungkiri masih ada peluang berkoalisi dengan PDI-P.

Namun itu kembali kepada PDIP dan Gerindra yang selama ini berpeluang mengusung pasangan Prabowo Subianto- Puan Maharani.

"Koalisi PDI-P dan Gerindra justru ada peluang tetapi tidak besar. Karena kalau berkoalisi dengan Gerindra, pertanyaannya siapa yang akan dicalonkan sebagai presiden? apakah Prabowo? Apakah PDI-P sebagai partai terbesar, mau menerima partai lain menjadi calon presiden?," tambahnya.

Saidiman menilai PDI-P memiliki tradisi selalu mencalonkan kadernya menjadi presiden dan wakilnya dari NU. Karena itu Ia menduga PDI-P lebih berpeluang berkoalisi dengan PKB daripada dengan partai Gerindra.

Saidiman mengakui ketiga partai besar yakni Partai PDI-P, Partai Gerindra dan Partai Golkar menjadi yang terdepan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden Pilpres 2024. 

Namun, Ia menegaskan keputusan partai  mendukung capres mungkin juga akan berpengaruh pada pilihan politik para kader.

"Di dalam survei kita, kalau suatu partai memutuskan calon yang tidak dikehendaki oleh pemilih partai itu, boleh jadi si pemilih partai ini pindah. Jadi loyalitas pemilih terhadap partai itu kan rendah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement