Sabtu 23 Oct 2021 05:53 WIB

Disikat Mafia, Puluhan Anak Yatim Terancam Kehilangan Rumah

Beberapa anak yatim jadi korban kekerasan oknum yang turut mengawal eksekusi paksa.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Spanduk tanda penyegelan tertempel di pagar rumah. (Ilustrasi)
Foto:

Tak sampai disitu, Mirdas mengaku, pihaknya didatangi oleh debtcollector dari suplayer pemborong. Karena usut punya usut pemborong belum membayar bahan bangunan yang diambilnya. 

Padahal, pihak Yayasan Fajar Hidayah sudah membayar lunas proyek senilai Rp 1.731.228.963. Pada akhirnya, Abdul Syukur harus mendekam dibalik jeruji akibat perbuatannya.

“Jadi akhirnya sampai dia pernah bermasalah, sempat masuk penjara, dan istri beliau minta tolong ke saya untuk keluarin, nah saya bantu,” kata Mirdas.

Namun setelah keluar dari penjara, Absul Syukur malah menuding Yayasan Fajar Hidayah menunggak utang senilai Rp 2,3 miliar kepada pihak pemborong. Tak terima dengan tuduhan itu, kata Mirdas, pihaknya membawa perkara ini ke pihak berwajib dan dilakukan audit oleh lembaga independent. Hasilnya, dinyatakan bahwa pihak Yayasan Fajar Hidayah telah membayar lunas dan tidak hutang ke pihak pemborong. 

“Setelah diaudit terbukti kita sudah bayar Rp 3,7 miliar (hasil audit keseluruhan proyek yang pernah Abdul Syukur kerjakan) malah kelebihan 300 juta. Jadi, sudah selesai dengan kondisi proyek tidak sempurna, nah kita tetap masih tidak menuntut,” terang Mirdas.

Kemudian secara diam-diam Abdul Syukur tetap memperkarakannya dengan tuduhan pihak Yayasan Fajar Hidayah belum melakukan pembayaran. Akhirnya, pada medio tahun 2017 silam Pengadilan Negeri Cibinong mengirimkan surat yang dikirimkan ke kelurahan bukan ke pihak Yayasan Fajar Hidayah yang jaraknya beberapa meter dari kantor kelurahan. 

Sehingga, pihak Yayasan Fajar Hidayah tidak mengetahui perihal surat pemanggilan yang sudah dikirim sebanyak empat kali. Akibatnya, perkara tersebut diputuskan secara pihak dan inkrah tanpa adanya sidang.

“Inkrah langsung nggak ada sidang, dan divonis siap dirampas. Ini perampokan, dibilang rekayasa karena kita hanya lima menit dari kantor desa. Ditujukan ke saya, tapi sampainya ke desa. Pernah ditanya ke desa kenapa nggak dikasih ke saya,” ucap Mirdas.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement