REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi V DPR, Syarief Abdullah Alkadrie meminta kebijakan mewajibkan surat negatif tes PCR untuk syarat perjalanan udara tidak memberatkan masyarakat. Karena itu, ia mendorong pemerintah memikirkan cara agar kebijakan itu tidak menyengsarakan masyarakat.
"Pemerintah harus mensubsidi itu, kan cukup mahal juga PCR itu, sampai sekarang kan masih sektar Rp 400 ribu, bagaimana itu bisa ditekan angkanya misalnya Rp 100 ribu, supaya masyarakat tidak terlalu diberatkan untuk itu," kata Syarief kepada Republika.co.id, Kamis (21/10)
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya berdampak kepada masyarakat, tetapi juga menganggu sektor perekonomian dan pariwisata. Apalagi, level PPKM di Jawa-Bali sudah pada Level 2.
"Sebenarnya kalau sudah turun yang penting prokesnya diperketat," ujarnya.
Selain itu, Politikus Partai Demokrat itu menyarankan agar para penumpang pesawat diwajibkan sudah divaksin dua kali. Sehingga dengan demikian, yang perlu diatur adalah penerapan protokol kesehatannya.
"Tetap pakai masker, tempat duduknya diatur, daripada sekarang pakai PCR, itu kan waktunya satu hari, paling cepat 8 jam, ini semuanya tetap akan membuat persoalan terhadap pemulihan ekonomi," kata dia.
Pemerintah diharapkan menggenjot vaksinasi untuk masyarakat. Diharapkan akhir tahun ini target vaksinasi 80 persen tercapai. "Jadi sebenarnya yang harusnya pemerintah genjot itu masyarakat itu harus vaksin dong. Vaksin kita digenjot paling tidak akhir tahun ini masyarakat kita itu sudah 80 persen tervaksin," kata dia.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan terbaru terkait persyaratan perjalanan udara. Dalam aturan yang tertuang dalam Instruksi Mendagri Nomor 53 Tahun 2021 tersebut, penumpang pesawat diwajibkan melampirkan surat keterangan negatif PCR dalam kurun waktu 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena juga menilai kebijakan mewajibkan PCR harus disertai biaya PCR yang terjangkau. "Penggunaan PCR mesti dibarengi dukungan konkret terhadap harga PCR yang harus lebih murah," kata Melki.
Selain itu, dirinya mendorong agar hasil PCR bisa diketahui kurang dari 24 jam. Diharapkan hal itu juga tersebar merata ke seluruh Indonesia.
"Butuh dukungan pemerintah pusat dan pemda se-Indonesia untuk membantu soal ini serta dukungan pihak swasta yang bergerak dalam rantai bisnis PCR swab," ujarnya.