REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dakwaan kasus pembunuhan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) mengungkap keterlibatan tujuh anggota Resmob Polda Metro Jaya. Mereka berperan dalam pengintaian dan pembuntutan, hingga melakukan aksi unlawful kiliing di Km 50 Tol Japek, Desember 2020.
Dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada sidang perdana kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tersebut, juga mengungkap alasan mengapa anggota kepolisian Jakarta Raya itu menguntit Habib Rizieq dari Sentul, sampai ke wilayah Karawang, Jawa Barat (Jabar). Aksi surveilance dan membuntuti Habib Rizieq itu yang memicu pembunuhan terhadap enam anggota Laskar FPI.
Jaksa Zet Tadung Allo, saat membacakan dakwaan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorello mengatakan, ada tiga surat perintah dari Polda Metro Jaya untuk menginteli, membututi, serta mengantisipasi aksi-aksi Habib Rizieq. Dikatakan Tadung, surat perintah pertama, terkait pelaporan atas informasi R/LI/20/XII/2020/Subdit III/Resmob.
Surat perintah bertanggal 5 Desember 2020 itu, isinya tentang antisipasi rencana pergerakan jutaan massa PA 212 yang dikatakan akan memutihkan dan menggruduk, serta kepung Mapolda Metro Jaya. Informasi tentang pengepungan markas kepolisian Jakarta Raya itu dikatakan sebagai aksi pengerahan massa pendukung Habib Rizieq yang disebut kerap mangkir dari pemeriksaan tiga kasus pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.
Surat perintah kedua bernomor SP.Gas/9769/12/2020/Subdit III/Resmob. Perintah tertulis bertanggal 5 Desember 2020 itu juga terkait dengan tindakan kepolisian atas informasi patroli siber Polri tentang rencana turun ke jalan jutaan massa pendukung Habib Rizieq. “Berdasarkan informasi patroli cyber tentang adanya rencana pergerakan jutaan massa PA 212 yang akan menggruduk Polda Metro Jaya, dalam menanggapi surat panggilan ke-2, dari penyidik Polda Metro Jaya kepada Habib Rizieq pada 7 Desember 2020,” begitu kata Tadung, saat membacakan dakwaan di PN Jaksel, Senin (18/10).
Surat perintah ketiga, terkait penyelidikan bernomor SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum. Perintah tertulis itu juga bertanggal 5 Desember 2020 yang berisikan tentang tindakan kepolisian yang sama seperti pada surat perintah kedua. Dalam melaksanakan tiga surat perintah tersebut, Briptu Fikri Ramadhan bersama Ipda Yusmin Ohorello membentuk tim yang beranggotan lima personel Resmob lainnya.
Mereka antara lain Briptu Fikri, Bripka Adi Ismando, Bripka Faisal Khasbi Alaeya, Bripka Guntur Pamungkas, Ipda Yusmin, Ipda Elwira Priadi, dan Aipda Toni Suhendar. “Surat perintah tersebut, memastikan dilakukan langkah-langka tertutup, dan memerintahkan pemantauan atas semua simpatisan, dan pendukung Habib Rizieq untuk mengantisipasi aksi-aksi anarkistis massa PA 212 yang akan mengepung Polda Metro Jaya,” begitu kata Tadung.
Menjalankan tiga surat perintah tersebut, tujuh anggota Resmob itu membagi tim menjadi tiga regu. Regu pertama, Bripka Faisal, Briptu Fikri, bersama Ipda Yusmin, dan Ipda Elwira, mengendarai mobil avanza silver K 9143 EL. Regu kedua, mengendarai Xenia silver B 1519 UTI, berisikan Bripka Adi Ismanto, bersama Aipda Toni Suhendar. Regu ketiga, mengendarai avanza hitam, B 1392 TWQ yang menyertakan Bripka Guntur Pamungkas seorang diri.
Tujuh anggota Resmob dari tiga tim tersebut, sejak 5 Desember 2020, sudah turun ke lapangan dengan mengawasi segala aktivitas Habib Rizieq. Pada 6 Desember 2020, sekira pukul 22.00 WIB, tiga regu Resmob itu membuntuti 10 kendaraan Habib Rizieq yang keluar dari Perumahan the Nature Mutiara Sentul di Bogor.
Rombongan Habib Rizieq itu menuju ke arah pintu tol Sentul-2. Aksi itu menjadi fase awal, sebelum tiga regu Resmob tersebut kontak senjata dengan para laskar FPI pengawal Habib Rizieq.
Dikatakan dalam dakwaan, aksi kejar-mengejar, kontak senjata berujung pada pembunuhan enam anggota laskar. Pembunuhan pertama, terjadi di Rest Area Km 50 Tol Japek. Di lokasi tersebut, dua anggota Laskar FPI, Faiz Ahmad Syukur (22 tahun), dan Andi Oktiawan (33) tewas mengenaskan setelah berusaha menghalangi aksi pembuntutan rombongan Habib Rizieq.
Dua anggota laskar tersebut, dikatakan jaksa, berusaha melawan empat anggota kepolisian, Bripka Faisal Khasbi Alaeya sebagai sopir, terdakwa Briptu Fikri, terdakwa Ipda Yusmin, dan Ipda Elwira.
Bripka Faisal, dikatakan dalam dakwaan, yang pertama kali melepas tembakan ke arah mobil FPI. Dua kali dia melepaskan peluru tajam ke arah udara dan ke bagian ban kendaraan laskar FPI agar dipaksa berhenti. Secara bersamaan, tembakan ke arah mobil FPI juga dilakukan Ipda Elwira dengan menyasar ke arah bagian penumpang di dalam mobil FPI.
Ipda Yusmin dan Briptu Fikri pun disebut ikut melepaskan tembakan ke arah penumpang di dalam mobil FPI yang sedang kejar-mengejar itu. Semuanya memakai pistol Sig Sauer 9 Mm.
Namun, pistol milik Ipda Yusmin macet sehingga ia mengambil pistol milik Bripka Faisal yang terselip di bagian paha, dan kembali menembaki mobil FPI. Jarak tembakan itu hanya sekitar satu meter.
Berondongan tembakan menyarangkan tiga peluru yang menewaskan Andi Oktiawan. Begitu juga dengan Faiz Ahmad Syukur tewas oleh tiga peluru para polisi itu.
Pembunuhan kedua
Pembunuhan kedua terjadi di Km 50+ 200 meter Tol Japek. Dikatakan jaksa, Ipda Yusmin, bersama Ipda Elwira dan Briptu Fikri membawa empat anggota FPI lainnya ke dalam sebuah mobil Xenia B 1519 UTI. Keempat anggota FPI sisa itu, yakni Muhammad Reza (20), Akhmad Sofiyan (26), Muhammad Suci Khadavi Poetra (21), dan Luthfi Hakim (25).
Keempat pemuda tersebut, saat digiring ke dalam mobil polisi, masih dalam kondisi hidup. “Bahwa keempat orang anggota FPI yang dipindahkan ke mobil Xenia B 1519 UTI tersebut, dilakukan dengan cara dimasukkan melalui pintu bagasi belakang, dan diperintahkan agar duduk secara jongkok di atas kursi yang terlibat,” ujar Tadung melanjutkan dakwaannya.
Kata dia, keempat anggota FPI tersebut tak diborgol ataupun diikat. Muhammad Reza duduk jongkok di belakang paling kiri, Akhmad Sofiyan di belakang posisi tengah, Muhammad Suci Khadavi berada di paling belakang di posisi kanan, dan Luthfi Hakim berada di posisi kanan kursi tengah.
Disampingnya, di kursi tengah, membelakangi Reza, Sofiyan, dan Khadavi, ada Briptu Fikri yang mengawasi keempat anggota FPI tersebut. Sementara Ipda Yusmin juga berada dalam Xenia B 1519 UTI tersebut, sebagai pengemudi, ditemani Ipda Elwira yang berada di kursi depan sebelah kiri.
“Bahwa sekira jam 01.50 WIB, terdakwa Ipda Yusmin dan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan bersama Ipda Elwira menggunakan mobil Xenia B 1519 UTI membawa empat anggota FPI tersebut, menuju Polda Metro Jaya,” kata Tadung.
Akan tetapi, sebentar kendaraan nahas tersebut jalan, Reza yang duduk jongkok persis di belakang Briptu Fikri dikatakan nekat melakukan penyerangan. “Seketika Muhammad Reza mencekik leher Briptu Fikri,” terang Tadung dalam dakwaannya.
Luthfi Hakim, yang duduk di sebelah Briptu Fikri pun ikut membantu Muhammad Reza. “Luthfi Hakim, berusaha untuk merebut senjata api milik Briptu Fikri,” begitu dalam dakwaan.
Akan tetapi, Tadung mengatakan, upaya merebut senjata itu tak berhasil. Meskipun, dua anggota FPI lainnya, Akhmad Sofiyan dan Suci Khadavi, pun akhirnya turut membantu. “Akhmad Sofiyan dan Muhammad Suci Khadavi Poetra juga turut membantu kedua temannya (Muhammad Reza dan Luthfi Hakim), dengan ikut mengeroyok Briptu Fikri dengan menjambak,” ujar Tadung.
Akan tetapi, serangan empat laskar FPI itu kepada Briptu Fikri tak berhasil merebut senjata. Briptu Fikri, pun meminta tolong, dengan berteriak-teriak kepada Ipda Yusmin dan Ipda Elwira yang berada di kursi depan.
Mendengar teriakan dari Briptu Fikri, kata jaksa, Ipda Yusmin yang sedang menyetir melihat keributan di barisan belakang. Dia memberikan aba-aba kepada Ipda Elwira. Aba-aba tersebut pun direspons Ipda Elwira dengan menembak Luthfi Hakim. “Ipda Elwira menembak Luthfi Hakim, dengan senjatanya sebanyak empat kali,” begitu dalam dakwaan.
Luthfi Hakim pun tewas seketika dengan luka tembak di bagian dada depan dengan jarak dekat. Dikatakan jaksa, tembakan tersebut sampai membuat peluru menembus tubuh Luthfi Hakim dengan bukti adanya bekas hantaman peluru tajam di pintu bagasi belakang Xenia B 1519 UTI.
Kata jaksa Tadung, Ipda Elwira juga yang menembak mati Akhmad Sofiyan. “Ipda Elwira kembali mengarahkan tembakan ke arah Akhmad Sofiyan yang duduk di belakang tengah sebanyak dua kali tembakan,” ujar jaksa. Peluru juga menembus dada Akhmad Sofiyan.
Setelah penembakan membabi-buta yang dilakukan Ipda Elwira, kondisi Briptu Fikri yang sebelum dalam pengroyokan sudah dalam posisi aman terlepas dari cekikan dan jambakan. Tersisa dua anggota laskar FPI yang masih hidup. Yakni, Muhammad Suci Khadavi dan Muhammad Reza.
Keduanya pun dikatakan jaksa sudah tak melakukan perlawanan. Namun, Briptu Fikri juga akhirnya menghabisi nyawa dua laskar FPI tersisa itu. “Entah apa yang ada dalam benak Briptu Fikri, tanpa rasa belas kasihan, dengan sengaja merampas nyawa orang lain,” kata jaksa.
Briptu Fikri, dikatakan jaksa membalikkan badannya mengarah ke kursi belakang tempat Muhammad Reza dan Suci Khadavi berada. “Dengan jarak hanya beberapa sentimeter, menembakkan senjatanya dua kali ke dada Muhammad Reza sampai peluru tertembus ke pintu bagasi belakang. Dan selanjutnya, mengarahkan senjata apinya ke Suci Khadavi, dan menembak sebanyak tiga kali di dada kiri yang juga tertembus,” kata jaksa.
Atas perbuatan Briptu Fikri, Ipda Yusman keduanya dibawa ke pengadilan untuk pertanggungjawaban hukum. Sementara Ipda Elwira, meskipun statusnya adalah tersangka dalam kasus pembunuhan laskar FPI tersebut, tetapi tak diajukan ke pengadilan lantaran sudah dinyatakan tewas akibat kecelakan sebelum kasusnya limpah perkara.
Di pengadilan, tim jaksa penuntut umum, dalam dakwaannya menjerat Ipda Yusman dan Briptu Fikri dengan Pasal 338 dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dengan ancaman pidana 15 dan tujuh tahun penjara.
View this post on Instagram