Penulis dan aktivis perempuan, Kalis Mardiasih menyampaikan, di Indonesia baik internet maupun perangkat digital lebih banyak digunakan laki-laki. Ini justru membuat perempuan tidak mendapat paparan literasi digital seperti laki-laki.
Sedangkan, perempuan merupakan subyek yang sangat rentan dalam penyalahgunaan data pribadi. Contohnya saja di Twitter, banyak sekali penjualan data baik nomor, video atau foto porno anak remaja perempuan di bawah umur yang beredar.
Sayang, ada kemungkinan anak yang datanya dijual ini tidak menyadari sedang di grooming. Karenanya, ia menggaris bawahi ketika membuat apa pun produk hukumnya, ingat di Indonesia ini tidak hanya ada laki-laki, tapi juga ada perempuan.
Pengaplikasian undang-undang harus dipertimbangkan karena perbedaan karakter dari subyek data laki-laki dan perempuan. Aturan hukum sebaiknya lebih ramah dengan segala kaum rentan seperti perempuan, anak-anak dan disabilitas.
"Pada dasarnya, Indonesia memiliki semangat melindungi semua warga negara tidak peduli identitas, tapi kerap kali ada regulasi yang tidak nyambung semangat itu," ujar Khalis.