Rabu 13 Oct 2021 18:00 WIB

RUU Perlindungan Data Pribadi Perlu Banyak Masukan

Warganet mendorong perlindungan hukum atasi persebaran data pribadi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi data pribadi
Foto: Pikist
Ilustrasi data pribadi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) jadi salah satu produk kebijakan yang mulai dibicarakan. Warganet mendorong perlindungan hukum atasi persebaran data pribadi sampai mencegah perundungan, persekusi, atau perampasan demokrasi.

Anggota Komisi I DPR, Christina Aryani mengatakan RUU PDP kini melewati tiga masa sidang dan sudah memakan waktu terlalu panjang. Hal ini terjadi karena RUU PDP ini mengalami beberapa tantangan, salah satunya terkait otoritas.

Ada 9 Fraksi di DPR sudah menyepakati otoritas PDP bersifat independen, namun Kominfo ingin otoritas ini tetap di bawah naungan institusinya. Ke depan, RUU mengatur semua pemangku pemerintah, lembaga, badan publik dan entitas swasta.

Maka itu, otoritas sebaiknya berdiri sendiri memastikan tidak adanya perbedaan perlakuan dan pemangku menaati UU yang sama. Christina soroti pula pasal-pasal melanggar HAM, misal mengatur spesifik orientasi seksual dan pandangan politik.

Menurut Christina, negara tidak ada kepentingan tahu karena malah menimbulkan perbedaan perlakuan atas subyek. Saat ini, 371 dim (40 persen) sudah dibahas, 143 selesai, 125 disetujui, 10 pending, 6 berubah substansi dan 2 usulan baru.

"RUU PDP merupakan RUU baru dan masih banyak yang belum familiar, maka masih banyak yang perlu dilakukan untuk mendapatkan masukan dan menyamakan persepsi berbagai pihak," kata Christina dalam Digital Expert Talks CfDS, Rabu (13/10).

Manager Kebijakan Publik Facebook Indonesia & Timor Leste, Noudhy Valdryno menilai, ada pasal-pasal yang perlu dipertimbangkan dari segi pengaplikasian perusahaan teknologi. Misalnya, Pasal 35 tentang verifikasi dan akurasi data.

Dalam pasal ini diasumsikan bila pengguna memberikan data ke platform dengan tingkat akurasi 100 persen. Sedangkan, bagi platform cukup sulit dilaksanakan karena data officer akan terus menanyakan ke subyek data atas keabsahan data.

Dibanding negara lain, misal GDPR, platform dituntut meminimalisasi permintaan data, sehingga tidak banyak data diberi, tetapi secara keabsahan cukup. Selain itu, RUU PDP bukan hanya ditujukan untuk Big Tech, tapi untuk semua institusi.

"Kita sebagai subjek data punya hak meminta tanggung jawab agar institusi itu mematuhi RUU PDP. Selain itu, yang penting diperhatikan selain perancangan RUU PDP dari waktu tersisa edukasi RUU PDP bisa tersampaikan baik dan menyeluruh," ujar Noudhy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement