Jumat 08 Oct 2021 16:03 WIB

11 Perusahaan Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi Impor Emas

Perusahaan itu terindikasi melakukan dugaan korupsi berupa penghindaran biaya masuk.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi.
Foto: Bambang Noroyono/REPUBLIKA
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) masih melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait importasi emas di Bea Cukai, Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, dari hasil penyelidikan timnya sementara ini, teridentifikasi sedikitnya 11 perusahaan importir emas yang terindikasi melakukan dugaan korupsi berupa penghindaran biaya masuk.

“Ada belasan perusahaan. Ada BUMN (Badan Usaha Milik Negera), ada swasta. Ini masih penyelidikan,” ujar Supardi saat ditemui di gedung Pidana Khusus (Pidsus), di Kejaksaa Agung (Kejakgung), pada Jumat (8/10). 

Namun Supardi, belum bersedia membeberkan perusahaan-perusahaan tersebut. Kata dia, perusahaan-perusahaan tersebut terindikasi korupsi, untuk menghindari biaya masuk impor emas.

“Kasus itu, intinya menghindari biaya masuk. Bukan pajak,” ujar Supardi. 

Dia menambahkan, penyelidikan kasus tersebut saat ini, masih terus didalami untuk pengumpulan bukti-bukti dan konstruksi hukum. Rencana peningkatan ke level penyidikan masih dalam pengkajian, dan penghitungan kerugian negara. 

“Kerugian negara nanti lah. Ini masih penyelidikan. Nanti dilanjutkan ke penyidikan atau tidak nanti, karena ini yang sedang kita kaji,” ucap Supardi.

Dugaan korupsi dan penyimpangan impor emas, terungkap saat Kejakgung melakukan rapat kerja (raker) dengan Komisi III DPR RI, pertengahan Juni lalu. Anggota Komisi III, Arteria Dahlan yang mendesak agar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkap kejahatan yang dilakukan para pejabat bea dan cukai terkait impor emas di Bandara Soetta. 

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, impor emas yang diharuskan pengenaan pajak senilai lima persen. Namun, dikenakan tarif masuk nol persen.

Arteria mengungkapkan, potensi kerugian negara terkait dugaan penyimpangan tersebut, mencapai puluhan triliun Rupiah. “Ada indikasi ini perbuatan manipulasi, pemalsuan menginformasikan hal yang tidak benar, sehingga produk tidak dikenai bea impor, produk tidak dikenai pajak penghasilan impor yang merugikan negara sebesar (Rp) 47,1 triliun. Saya ulangi pak, (Rp) 47,1 triliun,” ujar Arteria, Senin (14/6) lalu.

Terkait itu, Jampidsus Ali Mukartono, pun menyampaikan, untuk mempelajari informasi dugaan penyimpangan dalam impor emas tersebut. Kata dia, akan ada telaah kasus dengan mengacu dua produk undang-undang yang memungkinkan dapat merumuskan perbuatan pidana terkait dugaan penyimpangan impor emas tersebut.

“Kalau itu terkait dengan bongkahan emas, berarti harus menggunakan undang-undang minerba. Tetapi, kalau yang di bandara, dipakai undang-undang kepabean,” ujar Ali.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement