REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri lingkungan lingkungan periode 1978–1993, Emil Salim mengkritik konsep wisata malam hari di Kebun Raya Bogor. Dia menyoroti upaya komersialisasi di Kebun Raya Bogor yang mengabaikan ekosistem asli. Emil mempertanyakan konsep wisata laser bertema Glow, yang akan diterapkan di Kebun Raya Bogor.
Dia menghubungkan apa yang terjadi Kebun Raya Bogor dengan Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga dikomersialisasi untuk dijadikan wisata mahal oleh pemerintah. Emil pun mempertanyakan kinerja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno, yang mengorbankan alam demi mengeksploitasi kawasan wisata untuk kepentingan ekonomi.
"Jika kawasan Komodo, warisan dunia dirombak lalu lahir proyek Glow dengan sinar menerangi Kebun Raya Bogor yang mengganggu kehidupan gelap makhluk alami demi kepentingan komersial wisata- kita bertanya kepada Menteri Pariwisata: mengapa ekosistem alami dirusak untuk pariwisata?" kata Emil lewat akun Twitter, @emilsalim2010. Republika sudah meminta izin untuk mengutipnya pada Jumat (8/10).
PT Mitra Natura Raya (MNR) selaku operator Kebun Raya Bogor merancang eduwisata Glow, yang diklaim sebagai perubahan pola komunikasi tentang konservasi di Kebun Raya Bogor. Direktur Revenue PT MNR, Bayu Sumarjito mengatakan, pihaknya mendapat amanah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), untuk memodernisasikan pola pengelolaan Kebun Raya Bogor.
Wisata malam itu diadakan dengan tujuan agar Kebun Raya Bogor jauh lebih maju. Selain pengelolaan sampah yang juga menjadi fokus Kebun Raya Bogor, sambung dia, adanya Glow juga merupakan jawaban yang diberikan BRIN kepada PT MNR.
Baca juga : Berawal dari Sakit, Atlet Jabar Ini Borong 3 Medali PON 2020
"Jadi ini bagian dari contoh amanah yang diberikan BRIN kepada kita untuk memodernisasikan pola-pola pengelolaan supaya kita bisa menjadi Kebun Raya yang jauh lebih maju. Terkait dengan Glow tadi contohnya, itu sebenarnya menjawab tantangan yang diberikan oleh BRIN kepada kita," ujar Bayu ketika ditemui Republika di Balai Kota Bogor, Selasa (28/9).
Fasilitas wisata sinar laser yang dirancang PT MNR bertujuan untuk mengenalkan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia, yang disampaikan dengan cara yang menarik untuk generasi milenial saat ini. Hanya saja, konsep wisata itu ditolak lima kepala Kebun Raya periode 1981-2008.
Mereka adalah Prof Made Sri Prana, Usep Soetisna, Suhirman, Dedy Darnaedi, serta Irawati. Kelima orang itu mengirim surat terbuka berjudul 'Marwah Kebun Raya'. Intinya mereka tidak setuju dengan adanya wisata malam di Kebun Raya Bogor yang dianggap bisa menggangu ekosistem dan habitat asli di dalamnya, demi kepentingan komersialisasi.
Dalam surat resmi berjudul ‘Menjaga Marwah Kebun Raya’ itu, lima mantan kepala Kebun Raya tersebut mengkritisi rencana atraksi sinar lampu pada malam hari, yang berpotensi mengubah keheningan malam di Kebun Raya Bogor.
"Nyala dan kilau lampu dikhawatirkan akan mengganggu kehidupan hewan dan serangga penyerbuk. Nature Communication melaporkan, penggunaan lampu berlebihan di waktu malam akan mengganggu perilaku dan fisiologi serangga penyerbuk, nokturnal maupun diurnal," ujar mereka dalam salah satu poinnya.
Kelima orang itu pun mengkritisi jalan setapak yang tersusun oleh batu kali khas Kebun Raya Bogor, kini di banyak bagian telah dicor dengan semen. Tidak hanya mengurangi keindahan jalan batu gico, tapi juga mengurangi resapan air.
"Memelihara ekohidrologi di Kebun Raya sangatlah penting, dan sudah lama dilakukan dengan mengurangi jumlah bangunan dan menggantinya dengan koleksi tumbuhan. Sesuai dengan Peraturan LIPI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pembangunan Kebun Raya, batas luas maksimal pembangunan fisik (pengerasan lahan) di KRB adalah 20 persen dari luas total Kebun Raya,” jelasnya.
Baca : Sejumlah Pegawai Dicabut Pascakerusuhan Lapas Parigi Moutong