REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa tiga pihak swasta penerima dana fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (7/10). Pemeriksaan tersebut, terkait dengan lanjutan penyidikan dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit LPEI. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), juga turut memeriksa dua mantan petinggi LPEI dalam kasus yang sama.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, lima terperiksa tersebut adalah JS, YT, BR, SSL, dan S. "Lima inisial tersebut, diperiksa sebagai saksi terkait pemberian dan penerimaan fasilitas kredit pada debitur LPEI," ujar Ebenezer, dalam keterangan resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Kamis (7/10).
Mengacu nama-nama terperiksa dalam jadwal penyidikan di gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, inisial S adalah Suyono. Ia diperiksa selaku Direktur Utama pada tiga perusahaan, PT Mulia Walet Indonesia, PT Jasa Mulia Walet, PT Borneo Walet Indonesia. Sedangkan SSL adalah Silvie Soedjarwo Leksosadjojo. Ia diperiksa selaku pemegang saham PT Jasa Mulya Indonesia.
Sedangkan BR adalah Bogi Rahyono, yang diperiksa selaku Komisaris di PT Jasa Mulya Indonesia. "S, SSL, dan BR, diperiksa terkait penerimaan fasilitas kredit pada debitur LPEI," begitu sambung Ebenezer.
Sedangkan saksi inisial YT, mengacu daftar terperiksa di gedung Pidsus, adalah Yudhi Trilaksono. Ia diperiksa sebagai Kepala Divisi Pembiayaan Bisnis-II 2011-2016 di LPEI.
Adapun JS adalah Jerry Saputra yang diperiksa selaku Analisis Divisi Analisa Risiko Bisnis LPEI 2014. "YT dan JS, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada debitur-debitur LPEI," kata Ebenezer.
Kelima terperiksa tersebut, sampai saat ini masih diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi triliunan rupiah itu. Dalam kasus ini, penyidikan di Jampidsus, belum ada menetapkan tersangka. Meskipun sudah puluhan orang diperiksa.
Direktur Penyidikan Jampidsus-Kejakgung, Supardi mengungkapkan, hasil penyidikan dugaan korupsi di LPEI sudah menemukan sejumlah pihak swasta yang terang merugikan keuangan negara. Kata dia, hasil penyidikan sementara ini menemukan sedikitnya tiga perusahaan swasta yang menerima fasilitas kredit dari LPEI yang terindikasi korupsi.
"Ada enam debitur (perusahaan penerima kredit LPEI). Tetapi, ada dua atau tiga yang jelas bermasalah dan terindikasi (korupsi)," ujar Supardi.
Akan tetapi, Supardi masih menutup rapat nama-nama perusahaan penerima fasilitas kredit bermasalah itu. "Saya belum akan sebutkan. Karena ini terus dalam penyidikan," sambung dia.
Namun, Supardi meyakinkan, tiga perusahaan penerima dana kredit LPEI yang bermasalah tersebut, merugikan keuangan negara yang tidak sedikit. "Ada satu perusahaan itu, yang (merugikan negara) sampai triliunan," ujar Supardi.
Akan tetapi, Supardi tetap belum bersedia menyebut nama perusahaan selaku debitur bermasalah tersebut. Dugaan kerugian negara triliunan rupiah dalam kasus LPEI tersebut, sebetulnya, sudah pernah diungkapkan oleh Febrie Adriansyah, pejabat lama Direktur Penyidikan Jampidsus yang kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Febrie pernah mengungkapkan, dalam penghitungan penyidikan, diduga kasus tersebut merugikan negara Rp 4,7 triliun.