Kamis 07 Oct 2021 18:27 WIB

Penetapan Ribuan Anggota Komcad, Pengamat: Diperlukan...

Dalam konsep Sishanta, kekuatan pertahanan negara terdiri dari tiga komponen.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.
Foto: Dok Pribadi
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyambut baik langkah pemerintah dalam membentuk Komponen Cadang (Komcad). Dia menyebut, hal ini merupakan implementasi amanat konstitusi tentang hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pembelaan negara, yang kemudian disebut sebagai Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta). 

Dalam konsep Sishanta, kekuatan pertahanan negara terdiri dari tiga komponen, yaitu TNI sebagai Komponen Utama, kemudian Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. "Karena manifestasi amanat konstitusi dan telah tertuang dalam konsep Sishanta, sudah barang tentu Komcad ini diperlukan kehadirannya," kata Khairul saat dihubungi, Kamis (7/10).

Di samping itu, sambung dia, Indonesia juga sudah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) sebagai payung hukum yang menaunginya. Komcad disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.

Khairul menilai, urgensi Komcad makin menguat jika mengacu pada 4th generation warfare (4GW) atau peperangan generasi keempat yang bersifat asimetris, tak linier. Dimana para pihak yang terlibat dalam perang tidak lagi saling berhadapan secara langsung dengan manuver yang dinamis pada medan perang yang menyebar dan tidak terpusat. 

Dia mengungkapkan, peperangan generasi keempat adalah konflik yang ditandai dengan kaburnya garis antara perang dan politik, kombatan dan warga sipil. Menandakan berkurang drastisnya monopoli negara bangsa atas pasukan tempur, kembali ke mode konflik yang umum di zaman pra-modern yang salah satu partisipan utamanya bukanlah negara melainkan aktor non-negara.

"Model perang ini sering kali melibatkan pelaku kekerasan non-negara yang mencoba menerapkan aturan atau kehendak mereka sendiri atau setidaknya mencoba untuk mengacaukan dan mendelegitimasi negara tempat peperangan terjadi, sampai negara menyerah atau menarik diri," ujarnya.

Lebih lanjut Khairul mengatakan, upaya pencegahan dan antisipasi atas ancaman perang generasi keempat ini lantas memerlukan pembangunan postur pertahanan ideal yang bertumpu pada pemenuhan standar efek deteren. Kemudian, menuntut terwujudnya modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara efektif dan efisien.

"Dari gambaran itu jelas bahwa Komcad yang direkrut dari berbagai potensi sumber daya nasional tersebut sejatinya merupakan solusi yang disiapkan oleh Sishanta dalam rangka mempersempit disparitas militer konvensional terkait penanganan sumber-sumber ancaman, seperti teknologi, globalisasi, fundamentalisme agama dan pergeseran norma moral dan etika yang relatif tidak dikuasai oleh militer konvensional," ujar dia.

Di sisi lain, Kementerian Pertahanan (Kemhan) juga tetap harus mengantisipasi potensi ekses sosial yang mungkin hadir dari pembentukan Komcad tersebut. Sebab, jika tidak terkelola dengan baik, hal itu sama saja sedang menyiapkan kemungkinan munculnya potensi kriminalitas dan gangguan keamanan baru dari hadirnya pengangguran yang memiliki keterampilan dasar militer.

"Ke depan, diharapkan agar UU PSDN yang sudah ada saat ini dapat dibenahi dan disempurnakan agar benar-benar mampu menjawab kebutuhan dan tantangan pertahanan negara," imbuhnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement