Rabu 06 Oct 2021 00:03 WIB

Isu Komunisme dan Persaingan di TNI

TNI dan komunisme ibarat seteru abadi, sehingga tak mungkin dapat berangkulan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Lambang PKI dan Kantor Pemuda Rakyat di serbu massa seusai peristiwa G30SPKI. Komunisme berserta ajaran Marxisme dan Lenimisme kemudian di larang di Indoneisa.
Foto:

Bila dirunut lebih jauh, persaingan sudah terjadi untuk menduduki jabatan Panglima TNI pertama Indonesia. Sejarawan Ahnar Gonggong menyebut ada tiga kekuatan militer kala itu, Pembela Tanah Air (PETA), Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) dan laskar. Tentara PETA bentukan Jepang statusnya sebenarnya sudah 'mantan' PETA sebab PETA dibubarkan sepekan sebelumnya saat Jepang kalah dari pasukan sekutu. Sedangkan KNIL merupakan tentara bentukan Belanda dan jumlahnya lebih sedikit seperti AH Nasution, TB Simatupang dan Oerip Sumohardjo. 

Ada dua nama yang berpeluang mengisi jabatan tertinggi militer, Soedirman dan Oerip. Berdasarkan kalkulasi rasional, Oerip jauh melampaui Soedirman dari segi senioritas, kemampuan pengorganisasian dan kepangkatan sebagai Letnan Jenderal.

Adapun Soedirman pangkatnya hanya Kolonel dan baru beberapa tahun menjadi tentara. Usia keduanya terpaut jauh, Oerip 52 tahun dan Soedirman baru 29 tahun. Oerip pun sebenarnya mendapat dukungan dari pimpinan negara, terutama Syahrir dan Amir Syarifuddin yang ingin militer diisi bekas didikan Belanda. Tapi sejarah berkata lain. Segala keunggulan tersebut gagal mengalahkan takdir.

Adapun terkait tuduhan Gatot, Anhar enggan menanggapi lebih jauh. "Mohon maaf untuk itu (tuduhan Gatot) saya tidak mau berkomentar, terlalu banyak orang berkomentar," ujar Anhar.

Terlepas dari sejarah persaingan di TNI, KaProdi Kajian Ketahanan Nasional SKSG UI, Simon, menganggapnya hal yang wajar. Persaingan itu sebenarnya bisa menguatkan TNI  karena prinsip saling memperbaiki diri.

"Itu bagian dari dinamika dan penguatan dalam pelaksanaan tugas utama TNI," ujar Simon.

 

Sementara itu, Republika sudah mencoba meminta tanggapan Mabes TNI terkait hal ini. Namun Kabidpenum Puspen TNI Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto belum menanggapi permintaan wawancara terkait komunisme dan persaingan internal di TNI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement