Selasa 21 Sep 2021 18:21 WIB

Pandemi Covid-19 Membaik, Bansos Tunai tak Dilanjutkan

Mensos Tri Rismaharani memastikan bansos tunai Rp 300 ribu berakhir Juni 2021.

Warga memperlihatkan uang usai menerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) di desa Toabo, Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (25/08/2021). Penyaluran BLT Dana Desa sebesar Rp300 ribu bagi setiap penerima bertujuan untuk meringankan perekonomian masyarakat pada masa pandemi COVID-19 di daerah tersebut .
Foto:

Dalam Rapat Kerja dengan Komite III DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (21/9), Mensos Tri Rismaharini mengatakan, pihaknya masih terus melakukan perbaikan data penerima bansos. Dalam prosesnya, pihaknya menemukan adanya penerima bansos yang justru tinggal di rumah yang besar.

Risma menerangkan, proses perbaikan data dilakukan tak hanya mengacu pada data yang diserahkan pemerintah daerah, tapi juga pada data dalam fitur “usul” dan “sanggah” Aplikasi Cek Bansos. Fitur itu dibuat karena adanya orang yang berhak mendapatkan bantuan tapi tidak dapat (exclusion error) dan sebaliknya (inclusion error).

"Jadi kami punya Program Usul Sanggah. Kalau misalkan di daerah itu ada yang tidak berhak (karena) sudah kaya, maka (warga lainnya) boleh menyanggah dia," kata Risma saat

Risma menambahkan, proses perbaikan data juga dengan menggabungkan data penerima bansos yang sudah ada dengan data geospasial. Alhasil, data itu bisa menunjukkan bagaimana bentuk rumah para penerima bansos.

"Data di tengah-tengah kota (seperti) di Jakarta, Surabaya, dan Medan itu kami tahu. (Ada) rumah besar-besar menerima bansos itu, kami tahu," ungkap Risma.

Hasil penggabungan data fitur Usul Sanggah dan data geospasial itu, kata Risma, akan ditindaklanjuti dengan menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan verifikasi ulang. "Sekarang sedang kita siapakan datanya, nanti akan ada yang turun (mengecek)," kata dia.

Sebelumnya, Risma menyatakan, dirinya menetapkan data terbaru penerima bansos sekali dalam sebulan. Oleh karenanya, ia meminta pemerintah daerah (pemda) juga bekerja cepat memperbarui data, sehingga penyaluran bansos bisa tepat sasaran.

"Kami di Kementerian Sosial bekerja melakukan pembaruan data. Saya menerbitkan SK (surat keputusan pengesahan data kemiskinan) setiap bulan. Jadi kalau dari daerah bisa mengimbangi akan sangat bermanfaat bagi penerima bantuan," kata Risma dalam siaran persnya, Rabu (8/9).

Risma menyebut, pemda harus aktif dan serius dalam melakukan pemutakhiran data karena kondisi kemiskinan bersifat sangat dinamis. "Ada yang pindah, meninggal dunia, ada yang mungkin sudah meningkat ekonominya sehingga tidak layak lagi menerima,” ujarnya.

Risma mengakui, dirinya banyak mendapat laporan terkait persoalan data bansos. Mulai dari bansos yang tak tepat sasaran, terkendala penyaluran, dan bahkan tak tersalurkan sama sekali.

Salah satu contohnya ada di Desa Ambang Dua, Kecamatan Bolaang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Beberapa waktu lalu, kata Risma, kepala desa itu memasukkan namanya sendiri sebagai penerima bansos.

"Saya juga menjumpai ada penerima bantuan yang rumahnya saja lebih besar dari rumah dinas saya,” ungkap Risma.

Dengan semua persoalan itu, lanjut dia, pemutakhiran data menjadi sangat krusial. Pemda harus memastikan proses verifikasi dan validasi data berjenjang berjalan efektif. Mulai dari musyawarah desa/kelurahan, kemudian data naik ke kecamatan hingga ke kabupaten/kota.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (16/9) pekan lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan, kepentingan politik kepala daerah kerap menghambat perbaikan data penerima bansos. Kepala daerah acap bermain dengan data demi memoles citra kepemimpinannya.

Suharso menjelaskan, pembaharuan data calon penerima bansos atau perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dimandatkan peraturan perundang-undangan setiap enam bulan sekali. Proses pembaharuannya merupakan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Sosial.

"Tetapi, kadang-kadang itu (pembaharuan data) menjadi isu politik karena kalau ingin mengatakan dirinya sukses, tingkat kemiskinan (disebut) turun. Tapi, ketika dia mau minta bantuan, dia bilang (tingkat kemiskinan) naik," kata Suhars.

Oleh karenanya, kata dia, proses perbaikan data penerima bansos harus dilakukan secara cermat dan teliti. "Dalam kehati-hatian itulah kita sedang bekerja," kata politisi PPP itu.

Selain adanya kepentingan politik yang mempengaruhi, lanjut dia, ada juga persoalan teknis yang jadi kendala. Misalnya, terkait metode pengumpulan data dan pengujian validasi data.

"Oleh karena itu, kami sedang mengajak BPS (Badan Pusat Statistik) membantu Kemensos supaya strukturnya itu benar," kata Suharso yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Satu Data Indonesia itu.

photo
Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement