REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan setiap 7 September menjadi Hari Pembela HAM Nasional. Usulan Kkomnas HAM tersebut terkait dengan peringatan 17 tahun meninggalnya Aktivis HAM Munir pada 2004 lalu.
Komisioner Komnas HAM Bidang Mediasi Hairansyah mengatakan, pada setiap 7 September, mengingatkan kembali meninggalnya sosok Aktivis Pejuang HAM Munir pada 2004 lalu saat perjalanan ke Belanda. Tragedi ini menjadi catatan buruk pembelaan HAM di Indonesia, seorang aktivis HAM yang dalam perkembangan berikutnya diduga telah dilakukan proses pembunuhan secara tidak sesuai proses hukum.
"Untuk itu, maka 7 September, kita menginginkan jadi satu hari memperingati Hari Pembelaan HAM Nasional. Walaupun secara internasional Hari HAM Se-dunia itu jatuh pada setiap 9 Desember, tapi kita menginginkan pada 7 September jadi Hari Pembelaan HAM Nasional," ujar Hairansyah dalam keterangannya, Senin (6/9).
Hairansyah beralasan, tragedi pembunuhan aktivis HAM Munir menunjukkan bahwa betapa berisikonya kerja-kerja para pejuang HAM di tanah air. Dan hal ini, menurut dia, sesungguhnya sudah disampaikan oleh PBB betapa berisikonya pekerjaan para pembela HAM di seluruh dunia.
Dia kembali menekankan, dengan diperingatinya tanggal 7 September sebagai Hari Perjuangan HAM Nasional, ini mengingatkan kepada semua warga Indonesia. Pentingnya peran pembelaan HAM itu sendiri dalam proses memajukan perlindungan dan pemenuhan akses hak asasi manusia dan juga demokrasi.
Kemudian ini juga mengingatkan akan banyak tantangan yang akan dihadapi para pejuang HAM. Untuk itu, dia berharap, negara wajib mengambil langlah-langkah yang progresif dan strategis serta komprehensif, untuk memastikan peran pembela HAM jadi maksimal. Hal ini mengingat peran pembelaan HAM sangat strayegis dalama pemajuan demokrasi itu sendiri.
Dalam beberapa kasus di Indonesia, Hairiansyah, menyebutkan, bagaimana pejuang HAM sangat rentan mengalami ancaman dan kekerasan. Karena itu peran peran organisasi HAM independen seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan Anak dan LPSK telah berkerja semaksimal mungkin, mengambil langkah langkah menjalankan fungsi dan perannya agar pejuang HAM mendapat pembelaan dari ancaman yang diterima mereka.
"Perlu dipastikan juga para penegak hukum di Indonsia, termasuk pemerintah untuk bisa menerima masukan dan memberi perlindungan melalui instumen perundang-undangan yang ada," imbuhnya.