REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis hakim pengadilan kasus korupsi, dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) menegaskan, agar para pihak-pihak berperkara dalam kasus tersebut untuk tak coba-coba melakukan pendekatan, dan intervensi terhadap majelis hakim di dalam, maupun di luar persidangan. Ketua majelis hakim, Ig Eko Purwanto menegaskan, segala keputusan dari majelis hakim terkait proses persidangan kasus tersebut, adalah murni atas dasar independensi dari para pengadil.
“Ini perlu kami (majelis hakim) tegaskan, supaya tidak ada bayangan, anggapan bahwa majelis hakimnya begini-begitu. Tidak. Majelis hakim di sini, clean (bersih). Kami tidak menerima apapun. Tidak mendapatkan intervensi apapun untuk memproses, dan memutuskan perkara ini,” ujar hakim Ig Eko Purwanto, dalam sidang lanjutan kasus Asabri, di PN Tipikor, Jakarta, Senin (6/9).
Hakim Eko menegaskan, segala bentuk upaya pendekatan, pemberian sesuatu, dan aksi-aksi intervensi yang bakal memengaruhi independensi hakim, akan berurusan dengan hukum, dan penghakiman. “Ketika perkara ini harus terbukti, ya terbukti kalau tidak (terbukti), ya tidak. Jadi seperti itu. Sehingga jangan sampai nanti, kemudian ada anggapan-anggapan miring, terhadap majelis hakim. Ini perlu saya tekankan di sini (persidangan),” ujar hakim Eko.
Majelis hakim tak menjelaskan lengkap terkait pernyataan tersebut. Maupun tak memerinci dugaan adanya pihak-pihak berperkara dalam kasus Asabri yang mencoba memberikan sesuatu, ataupun mendekati para hakim untuk merusak independensi para pengadil. Akan tetapi, pernyataan hakim Eko ini, sebetulnya bukan kali pertama ia utarakan. Sejak sidang perdana kasus Asabri digelar pada Senin (16/8) lalu, majelis hakim sudah mengingatkan hal yang serupa.
Pada sidang pekan ke-4, pembacaan putusan sela, Senin (6/9), hakim Eko, selaku ketua pengadil, kembali mengingatkan hal yang sama terhadap para pihak yang berperkara dalam kasus Asabri tersebut. “Yang perlu kami tegaskan, dari majelis hakim di sini, adalah bahwa apapun keputusan majelis hakim dalam perkara ini, baik putusan terhadap eksepsi, yang sudah dibacakan, atau pun tindakan-tindakan berikutnya, penetapan dan lain sebagainya, oleh majelis hakim di sini, majelis hakim tidak berdasarkan atas adanya satu intervensi, ataupun pemberian, ataupun apapun juga bentuknya,” kata hakim Eko.
Persidangan Asabri, adalah penghakiman terkait dugaan korupsi, dan TPPU dengan angka kerugian negara terbesar dalam catatan kasus rasuah di pengadilan Indonesia. Kasus ini, dalam pendakwaan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung). Kasus tersebut, mengungkapkan adanya dugaan kerugian negara senilai Rp 22,78 triliun pada pembukuan Asabri 2012-2019.
Jampidsus, menyeret delapan dari sembilan tersangka ke pendakwaan di PN Tipikor. Mereka antara lain, Adam Rachmat Damiri, Sonny Widjaja, Bachtiar Effendi, Hari Setianto. Serta Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Lukman Purnomosidi, dan Jimmy Sutopo. Satu tersangka, yakni Ilham Wardhana Siregar, dinyatakan meninggal dunia sebelum persidangan dimulai. Pekan lalu, Jampidsus-Kejakgung menetapkan satu tersangka tambahan, yakni Teddy Tjokrosaputro.
Selain menetapkan tersangka perorangan, pekan lalu juga Jampidsus-Kejakgung, menetapkan 10 tersangka korporasi dari para manajer investasi (MI). Beberapa tersangka yang sudah didakwa, seperti Benny Tjokro, dan Heru Hidayat, diketahui juga sebagai terpidana dalam kasus serupa yang dialami PT Asuransi Jiwasraya. Dalam kasus tersebut, pengadilan menetapkan angka kerugian negara Rp 16,8 triliun. Mahkamah Agung (MA), pekan lalu menguatkan putusan pengadilan yang menghukum penjara seumur hidup, terhadap bos PT Hanson Internasional (MYRX), dan PT Trada Alam Minera (TRAM) itu.