Senin 06 Sep 2021 19:41 WIB

IJTI: Penyambutan Kebebasan Saipul Jamil tidak Wajar

Penyambutan Saipul Jamil dinilai bukan produk jurnalistik.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Ilham Tirta
Saipul Jamil.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Saipul Jamil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saipul Jamil yang tampil dalam infotainment hingga diundang ke acara talkshow gossip, bisa disebut tidak termasuk karya jurnalistik. Hal ini lebih pas disebut sebagai konten kreatif dan seharusnya kru kreatif juga memikirkan tingkat kewajaran dalam judgement kreatif.

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana mengatakan, media harus memiliki kadar etik dan cermat dalam menentukan konten. “Dan ini bukan produk jurnalistik,” katanya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/9).

Kalau produk jurnalistik sudah jelas ada aturannya, walaupun produk non-jurnalistik pun juga diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Dia pun mempertanyakan kelayakan produk non-jurnalistik yang boleh menampilkan glorifikasi.

Menurut dia, poinnya, selama proses kreatif itu tidak membuat sentimen publik dan sudah sesuai aturan, seharusnya tidak apa-apa. Tapi jika apa yang dilakukan itu secara etik menyakiti publik, maka sebaiknya itu jangan dilakukan.

“Kan ada tingkat kewajaran yang dilakukan judgement kreatif karena ini bukan produk jurnalistik, kalau produk jurnalistik saya bisa berkomentar banyak, tapi karena ini produk kreatif saya kira berbeda perlakuannya,” kata dia.

Namun, saat ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah memberi surat peringatan dan itu sudah tepat. Artinya, surat peringatan itu mengingatkan media supaya berhati-hati dalam menyuguhkan konten.

“Bagaimanapun, ini frekuensi milik publik, bagaimana publik dijamin mendapatkan acara-acara yang mencerdaskan, menginspirasi, dan lainnya. Kembali lagi kepada Undang-Undang Penyiaran, artinya jika sesuai dengan ruh UU Penyiaran itu tidak ada masalah, tapi kalau kebalikannya itu tidak boleh,” kata dia.

Menurut dia, penyambutan saat kebebasan Saipul Jamil itu lah yang menjadi pertanyaan apakah layak atau tidak. Itu yang seharusnya dipertimbangkan dulu sebelum memutuskan untuk menyiarkannya.

Namun terkait profesi Saipul Jamil sebagai public figure, itu tetap merupakan hak asasinya sebagai seorang manusia. Meskipun ia pernah bersalah, tapi tidak selamanya dia dianggap bersalah, karena dia juga punya hak.

“Ini lebih ke tanggung jawab lembaga penyiaran dalam menyajikan konten, kreatifitasnya harus sewajarnya,” ungkap Yadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement