Ahad 05 Sep 2021 13:45 WIB

LPSK Soroti Lemahnya Perlindungan Data Pribadi di Indonesia

Kelemahan pemerintah melindungi data pribadi penduduknya menjadi persoalan serius.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta pemerintah serius memperbaiki berbagai persoalan kebocoran data pribadi di internet yang belakangan semakin sering terjadi. Menurut LPSK, kelemahan pemerintah melindungi data pribadi penduduknya menjadi persoalan serius, menunjukkan lemahnya negara melindungi identitas pribadi warganya.

Wakil Ketua LPSK RI, Maneger Nasution menilai kasus-kasus kebocoran data pribadi, seharusnya membuat negara semakin peduli melindungi data warga negara tersebar di internet secara bebas. Ia cukup kaget bahkan data NIK (Nomor Induk Kependudukan) Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa bocor ke publik hingga tersebar luas di media sosial.

Baca Juga

Diketahui data pribadi Jokowi ini diduga berasal dari surat keterangan vaksinasi Covid-19 yang berasal dari aplikasi PeduliLindungi milik pemerintah. Maka dengan kebocoran data pribadi Presiden, ia menilai pemerintah telah teledor.

"Publik heran bagaimana bisa data pribadi seorang presiden bisa bocor. Sistem perlindungan data pribadi warga negara memang sangat lemah. Milik Presiden saja bobol. Peristiwa ini sebagai syiar ketakutan publik. Kedaulatan data pribadi warga negara terancam," katanya dalam keterangan kepada wartawan, Ahad (5/9).

Seperti dipahami, cyberspace atau dunia maya adalah tempat virtual. Di alam virtual ini semua aktivitas terjadi, termasuk menyediakan penggunanya untuk melakukan hal-hal seperti berbagi informasi, bermain game, berkomunikasi, melaksanakan transaksi jual beli dan banyak aktivitas lainnya.

Dalam dunia maya ini, semua sebagai pengguna dapat melaksakan apapun selama hal tersebut masih terkait dengan dunia virtual. Meski alam dunia maya ini meski bebas, masung-masing pengguna memiliki “kartu identifikasi”, mirip seperti bagaimana dalam dunia nyata terdapatnya KTP.

“Kartu identifikasi" yang disebut tadi adalah IP atau internet protokol, dan IP berfungsi sebagai pembedaan pengguna internet satu sama pengguna lainnya. Tidak jarang jika pengguna ingin mengakses sebuah website, semua orang harus mengisi atau mendaftarkan diri dengan data pribadi.

Di sinilah data pribadi dimasukkan, baik nama lengkap, tempat tanggal lahir, nomor telpon meski websitenya sudah mengetahui IP kita. Dengan banyaknya website yang harus mendaftarkan data pribadi, tidak jarang data data tersebut tersebar.

Selain pentingnya kesadaran memasukkan dan membagikan data pribadi. Menurut Maneger, disinilah peran pemerintah seharusnya hadir. Salah satu langkah yang penting dipercepat saat ini menurut dia, adalah hadirnya Undang Undanga Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

"Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi sebuah keniscayaan dan mendesak untuk lebih memastikan data pribadi warga negara Indonesia terhadap privasi dan perlindungannya," tegasnya.

Diakui dia, memang masih ada kendala sebelum RUU ini bisa lancar di DPR, yakni harmonisasi data kependudukan sesuai UU Adminduk, yang kewenangannya ada di Kemendagri. Karena, menurut dia, perbaikan data ini menjadi kunci agar RUU PDP bisa bekerja secara baik. Maka ia berharap harmonisasi dan sinkronisasi bisa dipercepat penyelesaiannya, sebelum semakin banyak terjadi kasus kebocoran data pribadi di internet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement