REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menilai, amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan sesuatu yang akan terealisasi, entah kapan waktunya. Sebab, Indonesia hingga saat ini, masih mencari sistem dan pendekatan demokrasi yang relevan.
Namun, jika amandemen hanya sebatas menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan menguatkan kewenangan MPR, itu justru akan mengganggu titik keseimbangan dan harmonisasi ketatanegaraan. Pasalnya, presiden akan bekerja sesuai PPHN dalam sistem presidensial, merupakan praktik komando politik yang tidak proporsional.
"Kami ingin mengatakan bahwa, penambahan PPHN ataupun klausul lainnya secara parsial tentu akan mengakibatkan kerancuan konstitusi. Kita tak mungkin menugaskan presiden untuk melaksanakan tugasnya sesuai PPHN," ujar Sultan lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (4/9).
Menurutnya, Indonesia memang harus memiliki pedoman pembangunan bangsa. Namun, tidak lantas menyebabkan keseimbangan politik demokrasi perwakilan yang seimbang dengan eksekutif.
Politik pengawasan dan evaluasi MPR sebagai mandataris kedaulatan rakyat dibatasi oleh kekuasaan eksekutif. Di mana hal itu juga terlegitimasi mandat rakyat oleh pemilihan langsung.
"Kami mengusulkan agar tidak terkesan rancu, amandemen UUD harus dilakukan secara bersama-sama pada pasal yang terkait dengan suksesi kepemimpinan nasional," ujar Sultan.
Selain itu, terdapat anasir demokrasi lain yang urgen untuk didorong sebagai konsensus kebangsaan dalam amandemen UUD. Salah satunya terkait kesetaraan dan keadilan politik bagi putra-putri terbaik bangsa non-partai politik dalam rekrutmen calon presiden.
Menurutnya, multikarakter sosiologis bangsa Indonesia yang secara politik terepresentasi melalui lembaga DPD RI merupakan entitas politik yang tidak boleh diabaikan. Terutama dalam proses rekruitmen kepemimpinan nasional.
"Negara wajib memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada bakal Kandidat presiden independen dalam momentum suksesi kepemimpinan nasional. Sama ketika dilaksanakannya prosesi demokrasi di daerah," ujar Sultan.
Indonesua saat ini, kata Sultan, sedang berada di persimpangan jalan menuju negeri demokrasi madani. Harus ada komitmen untuk menerjemahkan demokrasi Indonesia sebagai demokrasi konstitusional yang bersifat hibrid.
"Kita harus memilih antara sistem presidensial yang cenderung mutlak dengan koalisi gemuk atau menetapkan MPR RI sebagai lembaga perwakilan tunggal. Sehingga tercipta demokrasi yang lebih proporsional dan ideal dengan suasana sosiologis bangsa," ujar Sultan.