Jumat 03 Sep 2021 07:49 WIB

Pakar Hukum: Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Tindak Pidana

Polisi diminta segera memproses dugaan pelecehan seksual yang dilakukan pegawai KPI.

Rep: Mabruroh/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Pelecehan Seksual. (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dugaan pelecehan seksual terhadap MS di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dinilai Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar sebuah tindak pidana. Ia menegaskan sudah seharusnya polisi memproses dan menindaklanjuti laporan korban MS.

"Ya seharusnya kepolisian memproses pengaduannya, karena perbuatan para orang yang dilaporkannya sudah dapat dikualifisir sebagai tindak pidana," kata Fickar dalam pesan tertulis, Kamis (2/9).

Korban berinisial MS mengaku telah melaporkan pelecehan seksual yang menimpanya pada 2019 lalu di Polsek Gambir. Sayangnya anggota polisi yang bertugas ketika itu meminta korban menyelesaikan kasusnya secara internal kantor.

Padahal, korban melapor karena sejatinya ia menginginkan perlindungan dan keadilan agar para pelaku mendapatkan hukuman. Sayangnya, perlakuan tidak senonoh yang dilakukan pelaku hingga berbuah trauma yang berkepanjangan, kembali harus ia tanggung seorang diri.

Menurut Fickar, pesan berantai itu adalah buntut dari luka dan ketidakadilan yang dialami korban. Termasuk atas laporannya di kepolisian yang bahkan tidak ditindaklanjuti dan tidak dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP).

"Bahwa telah dilakukan pesan berantai mengenai kejadian tersebut sebagai respon atas tidak ditanggapinya laporan kepada kepolisian," kata Fickar.

Kini setelah kisah memilukan korban terungkap melalui pesan berantai tersebut, Fickar berharap korban memiliki bukti yang dapat mendukung dugaan pelecehan seksual yang dialami korban. Karena tidak menampik kemungkinan para terduga pelaku akan melaporkan korban atas dugaan pencemaran nama baik.

"Korban minimal harus memiliki bukti awal sebagai petunjuk bahwa memang ada peristiwa pelecehan, karena kemungkinannya para pelaku akan mempersoalkannya sebagai pencemaran nama baik. Karena itu korban harus mencari bukti-bukti pelecehan itu," kata dia.

Mengenai kondisi kesehatan dan vonis dokter atas penyakit Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca mendapatkan pelecehan seksual dari para pelaku, menurut Fickar bisa menjadi barang bukti. "Ya bisa, apalagi kalau ada video pelecehannya, demikian juga tanda terima laporan dari polisi," kata Fickar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement