Kamis 02 Sep 2021 21:46 WIB

Wiku: Varian Baru Berpotensi Turunkan Efikasi Vaksin

Wiku meminta masyarakat tidak khawatir dengan potensi penurunan efikasi vaksin.

Rep: Fauziah Mursid, Rr Laeny Sulistiyawati/ Red: Andri Saubani
Juru Bicara Pemerintah untuk  Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan varian baru virus Covid-19 berpengaruh terhadap angka efikasi vaksin yang telah dikeluarkan saat ini. Ini karena vaksin yang dikembangkan saat ini pada umumnya menggunakan virus original atau asli.

"Sehingga munculnya varian baru berpotensi untuk menurunkan angka efikasi yang telah dikeluarkan," ujar Wiku dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (2/9).

Baca Juga

Meski demikian, Wiku meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan potensi menurunnya efikasi vaksin tersebut. Termasuk, lima jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia saat ini.

Sebab, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menegaskan standar vaksin dengan kemampuan membentuk kekebalan yang baik ialah yang memiliki nilai efikasi atau efektifitas di atas 50 persen.

"Sikap yang tepat dengan adanya penurunan angka efektivitas vaksin setelah adanya varian ini ialah tidak berpuas diri terhadap angka capaian vaksinasi," katanya.

Ia menambahkan, vaksin yang telah disuntikkan masih tetap memberikan kemampuan pembentukan kekebalan yang tergolong baik atau mampu. Baik berdasarkan hasil uji laboratorium maupun pengujian di populasi terhadap varian baru secara global, khususnya VOC (variant of concern).

“Seiring dengan pertambahan data maka bukan tidak mungkin nantinya kita akan mampu meneliti kemampuan setiap jenis vaksin terhadap semua varian yang ada, termasuk varian of interest,” katanya.

Karena itu, kata Wiku capaian vaksinasi sebaiknya melebihi 70 persen dari populasi agar menjamin kekebalan komunitas secara sempurna terbentuk. Selain itu, beberapa faktor dapat mempengaruhi keberhasilan strategi vaksinasi yakni pemberian vaksin dengan dosis lengkap.

Sebab, kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin dapat terbentuk secara optimal apabila dosis yang diberikan sudah lengkap.

"Hal ini disebabkan karena setelah dosis pertama kekebalan yang ditimbulkan akan turun dan perlu untuk dilakukan booster atau dosis kedua agar kekebalan dapat terbentuk dengan optimal dan bertahan dalam waktu yang lebih panjang," kata Wiku.

 

Selain itu, Wiku mengatakan, penanganan pandemi melalui vaksinasi harus dibarengi disiplin protokol kesehatan yang ketat. Sebab, proteksi paling ideal dari Covid-19 yakni menjalankan disiplin protokol kesehatan secara sempurna dan upaya lainnya.

"Telah divaksinasi dosis penuh dan menjalani upaya 3T secara antisipatif," kata Wiku.

PB IDI merekomendasikan vaksin booster jika herd immunity di Indonesia tidak tercapai. Tujuannya, dia menambahkan, adalah untuk menambah kekebalan tubuh orang yang sudah divaksin dua dosis.

"Sementara masyarakat yang harus divaksin sekitar 80 persen (dari total penduduk), itu tercapai atau tidak (kekebalan komunitas/herd immunity)? Kalau tidak tercapai, yang sudah disuntik tahun lalu mengalami penurunan antibodi, bahkan mungkin sudah habis," ujar Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto saat dihubungi Republika, Kamis (26/8).

Dia menambahkan, vaksin booster meningkatkan imunitas berkali-kali lipat. Sehingga, jika seseorang tertular Covid-19 tidak akan mengalami gejala yang parah.

Terkait jenis vaksin penguat, ia menambahkan, PB IDI tidak merekomendasikan vaksin jenis tertentu. Menurutnya, itu terserah pemerintah.

"Saya bisa berpendapat kalau sudah ada EUA dari BPOM. Jadi, ditunggu saja (vaksin Merah Putih mendapatkan EUA)," katanya.

 

photo
Perkembangan uji coba vaksin Covid-19. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement