REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengajak seluruh anggotanya dan masyarakat luas bersama melawan disinformasi Covid-19. Para dokter, tenaga kesehatan, dan masyarakat luas juga diajak mempercepat vaksinasi sebagai salah satu cara mengakhiri pandemi Covid-19.
Ketua Pengurus Besar IDI, dr. Adib Khumaidi mengatakan, salah satu program utama PB IDI adalah pemberantasan disinformasi terkait Covid-19 dan vaksinasi. Dia mengaku telah mendapatkan respon dari masyarakat tersebut program tersebut.
"Respon dari masyarakat cukup luar biasa," kata Adib Khumaidi dalam webinar "Perkembangan Terkini Vaksin Covid-19 di Indonesia," yang diselenggarakan Kominfo, IDI dan KPC PEN, Sabtu (28/8).
Adib mengatakan, tantangan mengatasi pandemi bukan hanya disinformasi. Dia melanjutkan, pemerintah harus belajar dari pengalaman beberapa bulan lalu karena tetap memerlukan persiapan menghadapi lonjakan kasus.
"Bentuknya antara lain menyiapkan tempat isolasi terpusat dan sistem isolasi terpantau," katanya.
Dia mengatakan, masyarakat juga perlu untuk selalu diajak untuk menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, sambung dia, tidak kalah penting memastikan vaksin terdistribusi merata sampai ke seluruh penjuru Indonesia.
"Bukan hanya tersedia, tempat vaksinasi juga harus didekatkan dengan masyarakat," katanya.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin terus didatangkan dan dikirim ke seluruh Indonesia. Dia mengakui bahwa ada sejumlah pertimbangan teknis dalam proses distribusi vaksin namun bukan berarti distribusi tidak sampai ke berbagai penjuru Indonesia.
Nadia menjelaskan, salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah cara penyimpanan vaksin jenis tertentu dalam proses distribusinya. Lanjutnya, vaksin seperti Pfizer dan Moderna, harus disimpan dalam suhu beku ekstrem.
"Jika tidak maka vaksin akan rusak dan berkurang kualitas dan khasiatnya," katanya.
Ketua Komnas KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari menjelaskan bahwa semua vaksin Covid-19 yang dipakai di Indonesia telah diuji kualitas dan khasiatnya oleh Badan POM. Namun dia mengakui bahwa memang ada laporan tentang dampak setelah vaksinasi.
"Hanya saja data di Komnas KIPI menunjukkan, sebagian atau 60 persen laporan tersebut hanya dipicu dari kecemasan," katanya.