REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) siap untuk melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap tersangka ujaran kebencian, Ustadz Muhammad Yahya Waloni. Dalam perkara ini Yahya Waloni pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ay 2 UU no. 19 tahun 2016 dan pasal 156 a huruf a KUHP tentang Penistaan Agama.
"IKAMI siap untuk melakukan pendampingan dan pembelaan Ustadz Muhammad Yahya Waloni," kata Ketua IKAMI Abdullah Al-Katiri, kepada Republika, Jumat (27/8).
Al-Katiri mengaku, pada pada Kamis (26/8) malam, beberapa tokoh agama menghubunginya dan meminta IKAMI untuk menangani perkara ini. Untuk menjunjung tinggi keadilan, IKAMI menerima permintaan tersebut.
Artinya, IKAMI siap untuk menjadi kuasa hukum ustadz Muhammad Yahya Waloni. "Kami sudah mengirimkan beberapa anggota IKAMI baik ke rumah beliau maupun ke Bareskrim Mabes Polri," ungkapnya.
Menurut Al-Katiri, memang akhir-akhir ini banyak yang dikenakan dengan pasal sapujagat yaitu pasal 28 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 yang telah dirubah menjadi UU no 19 tahun 2016 tentang ujaran kebencian. Kemudian juga Pasal 14 ayat 1, 14 ayat 2 dan 15 UU no. 1 Tahun 1946 yaitu pasal pasal tentang kebohongan yang menimbulkan keonaran.
Baca juga : Perbedaan Lima Jenis Vaksin di Indonesia, Mana yang Aman?
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menangkap dan menahan tersangka Muhammad Yahya Waloni terkait perkara dugaan ujaran kebencian. Penangkapan itu dilakukan setelah penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menjerat Yahya Waloni sebagai tersangka tindak pidana ujaran kebencian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyampaikan, Ustadz Yahya Waloni juga sudah ditangkap di kediamannya dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan sejak hari ini Kamis 26 Agustus 2021. "Iya benar, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," ujar Rusdi saat dikonfirmasi oleh awak media, Kamis (26/8).
Menurut Rusdi, saat ini, tersangka ustadz Yahya Waloni sedang menjalani pemeriksaan terkait perkara dugaan tindak pidana ujaran kebencian di Bareskrim Polri. "Ujaran kebencian berdasarkan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan)" kata Rusdi.