Rabu 25 Aug 2021 21:49 WIB

Perubahan Geopolitik dan Pentingnya Penguatan Kebangsaan

Penguatan nilai kebangsaan benteng hadapi ideologi transnasional

Penguatan nilai kebangsaan benteng hadapi ideologi transnasional. Wawasan kebangsaan
Foto: ANTARA FOTO/Biro Pers Setpres/Muchlis Jr
Penguatan nilai kebangsaan benteng hadapi ideologi transnasional. Wawasan kebangsaan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perubahan arus politik di dalam dan luar negeri harus menjadi momentum untuk memperkuat dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan, dalam upaya menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi anak bangsa saat ini dan masa datang. 

 

Baca Juga

"Setelah 76 tahun Indonesia merdeka, kehidupan bangsa Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan bidang politik baik secara internal, kawasan maupun global. Perlu langkah yang segera untuk menjawab berbagai tantangan tersebut," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Tantangan Politik 76 Tahun Indonesia Merdeka yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/8). 

 

Menurut Lestari, saat ini selain pandemi, perkembangan teknologi juga mempengaruhi dinamika politik nasional. 

 

Ditambah lagi era disrupsi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, yang tak hanya menyebabkan distorsi informasi, juga mempengaruhi pola pikir anak bangsa.  

 

Karena, ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, telah terjadi transformasi dalam ruang publik yang melampaui sekat identitas dan batas negara. 

 

Politik dan politisi, menurut Rerie, mesti mengoptimalkan ekosistem digital dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan berhadapan dengan ragam tantangan yang tak hanya menyasar kehidupan sosial, tetapi juga ideologi berbangsa. 

 

Menghadapi kondisi itu, tegas Rerie, perlu penguatan di bidang politik dan nilai-nilai kebangsaan secara menyeluruh di setiap elemen bangsa untuk menghadapi arus perubahan yang sulit terbendung. 

 

Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, mengungkapkan aksi-aksi terorisme tidak bisa terlepas dari paham radikalisme yang saat ini berkembang di dunia. 

 

Kemenangan Taliban di Afganistan, menurut Ahmad, akan menjadi resonansi terhadap sejumlah gerakan yang mengedepankan paham radikalisme yang ada di Indonesia. Diakui Ahmad, pola-pola pergerakan Taliban mirip dengan kelompok-kelompok teroris yang ada saat ini. 

 

Berdasarkan survei BNPT bekerjasama dengan Alvara, ungkap Ahmad, indeks potensi radikalisme Indonesia pada 2020 tercatat 12,2 persen dari jumlah penduduk dan 85 persennya adalah kelompok milenial. 

 

Ciri-ciri potensi radikalisme yang dipakai dalam survei tersebut, jelasnya, adalah pro paham khilafah, intoleran, dan eksklusif, antibudaya/kearifan lokal keagamaan dan anti pemerintahan yang sah. 

 

Menurut Ahmad, kesiapsiagaan nasional untuk memperkuat ideologi kebangsaan harus diwujudkan, karena akar masalah radikalisme ini adalah ideologi yang menyimpang. 

 

"Bentengi 87,8 persen penduduk Indonesia yang belum terpapar radikalisme dengan 'vaksin' ideologi kebangsaan yang kuat agar imun atau kebal terhadap serangan paham-paham transnasional," kata Ahmad. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement