REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa mendesak kantor Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) agar memberi kepastian terhadap nasib para pengungsi asal Afghanistan yang ada di Indonesia. Mereka hanya tinggal sementara di Indonesia sebelum ditempatkan di negara ketiga (resettlement).
"Pengungsi Afghanistan perlu diberikan kepastian statusnya oleh UNHCR Indonesia karena sudah berada di negara ini cukup lama," kata Herry kepada Republika.co.id, Rabu (25/8).
Herry menyinggung saat ini Indonesia hanya berstatus negara transit bagi pengungsi dari luar negeri. Padahal para pengungsi membutuhkan negara permanen bagi kelangsungan hidupnya.
"Baiknya warga Afghanistan maupun UNHCR harus kooperatif dan secepatnya mengambil sikap," tegas Herry.
Selain itu, Herry berharap pemerintah Indonesia tak mendiamkan situasi ini berlarut-larut karena menyangkut kehidupan para pengungsi. Ia meminta pemerintah Indonesia aktif berkomunikasi guna menemukan jalan keluar.
Baca juga : Taliban Kembali Singgung Osama bin Laden di Serangan 9/11
"Penting juga peran pemerintah untuk memberikan win-win solution terutama bisa mendorong UNHCR mempercepat pengadaan negara tujuan untuk para pengungsi tersebut," ucap Herry.
Indonesia memang tak bisa menerima pengungsi Afghanistan secara permanen karena tak ikut menandatangani Konvensi Pengungsi 1951. Oleh karena itu, Herry menyarankan pemerintah ke depannya mengkaji urgensi meratifikasi konvensi tersebut demi nasib para warga Afghanistan yang kehilangan tanah kelahirannya.
"Namun jika dipandang perlu, Indonesia lebih baik meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 mengenai pengungsi internasional dan pencari suaka. Dasarnya karena Indonesia adalah negara keempat terbanyak menerima pengungsi di asia-pasifik. Urgensinya disini," tutur Herry.
Diketahui, selama bertahun-tahun tinggal sementara di Indonesia, para pengungsi asal Afghanistan merasa stres. Bahkan, beberapa di antaranya memilih mengakhiri hidupnya sendiri.
Salah seorang perwakilan pengungsi Afghanistan yang ikut mediasi dengan pihak UNHCR Indonesia, Selasa (24/8), Hakmat, mengatakan sudah 14 orang rekan senegaranya yang memilih bunuh diri di Indonesia. Musababnya, mereka stres tak kunjung ditempatkan ke negara ketiga, sedangkan di Indonesia mereka tak bisa memenuhi hak-hak dasarnya.
"Dia (bunuh diri) karena jauh dari keluarganya. Dia juga tidak bisa kerja serta nggak ada hak-hak seperti bersekolah. Kita sangat sulit tinggal di sini selama 8 tahun hingga 10 tahun," kata Hakmat.