REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menggelar pertemuan dengan pengurus DPP Partai Gerindra. Dalam pertemuan tersebut, dia menyinggung kembali pemilihan umum (Pemilu) 2009 yang menunjukkan adanya upaya yang halalkan segala cara untuk menang.
"Dari sejarah itu, kita belajar juga dengan Pemilu 2009 itu, ternyata kita bisa melihat, ketika demokrasi menghalalkan segala cara," ujar Hasto dalam pertemuan dengan pengurus DPP Partai Gerindra di kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (24/8).
Halalkan segala cara yang dimaksud Hasto, mulai manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) dan elemen dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang merupakan pengurus partai. Juga, adanya upaya yang menggunakan program bantuan sosial (bansos) untuk tujuan elektoral.
"Dan demokrasi mengunakan hukum aparat sebagai alat untuk memenangkan pemilu itu, menjadi evaluasi bersama," ujar Hasto.
Di samping itu, Hasto mengatakan, pertemuan dengan Partai Gerindra menjadi kenangan tersendiri. Sebab kedua partai pernah berkoalisi mengusung Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto di pemilihan presiden (Pilpres) 2009.
"Dengan kunjungan ini langsung bernostalgia pada tahun 2009 lalu, pasangan Mega-Prabowo saat itu kita bekerja sama," ujar Hasto.
Diketahui pada 2009, Sekjen PDIP saat itu, Pramono Anung mengatakan, adanya modus manipulasi memasukkan data fiktif dalam DPT pemilu Legislatif 2009. Manipulasi terjadi di satu daerah pemilihan (dapil) yang meliputi Ngawi, Trenggalek, Magetan, dan Pacitan.
Pada 2009 pula, mantan anggota KPU menjadi pengurus Partai Demokrat. Di antaranya adalah Anas Urbaningrum yang didapuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan Andi Nurpati yang menempati posisi Ketua Divisi Hubungan Eksternal, Luar Negeri, dan LSM Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
Adapun pada Pemilu 2009, Partai Demokrat menjadi pemenang dengan perolehan suara lebih dari 21 juta. Sedangkan Partai Golkar dan PDIP mengekor di bawahnya.