Selasa 24 Aug 2021 18:09 WIB

Kejaksaan tidak Tahan Dua Tersangka Penembakan Laskar FPI

Kejaksaan menilai dua tersangka penembakan laskar FPI bersikap kooperatif.

Rep: Bambang Noroyono  / Red: Bayu Hermawan
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (kiri)
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan memilih untuk tak melakukan penahanan terhadap, Briptu FR, dan Ipda MYO, dua anggota polisi aktif, tersangka unlawfull killing enam laskar Front Pembela Islam (FPI).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejakgung), Leonard Ebenezer Simanjuntak, mengatakan alasan tak menahan dua tersangka penembakan anggota laskar FPI itu, karena status keduanya adalah petugas kepolisian aktif di Polda Metro Jaya.

Baca Juga

Ebenezer menjelaskan, selain lantaran keduanya adalah sebagai polisi aktif, pun kata dia, penahanan tak dilakukan karena adanya jaminan dari atasan masing-masing di kepolisian. Ebenezer tak menjelaskan siapa atasan tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO yang dimaksud. 

Akan tetapi, Ebenezer menjelaskan, jaminan atasan tersebut, meyakinkan kejaksaan kedua tersangka, yang bakal tak melarikan diri. Selain itu, Ebeneze mengatakan atasan tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO, menjamin sikap koopratif untuk menjalani persidangan. 

"Terhadap para tersangka, tidak dilakukan penahanan karena pertimbangan objektif. Kedua tersangka anggota Polri aktif, serta kooperatif pada saat (menjalani) persidangan," ujar Ebenezer, saat dikonfirmasi wartawan dari Jakarta, Selasa (24/8).

Kasus pembunuhan enam anggota Laskar FPI terjadi pada Desember 2020. Peristiwa tersebut, terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Jawa Barat (Jabar). Menurut penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), peristiwa pembunuhan tersebut, sebagai pelanggaran HAM. Namun, dari enam korban pembunuhan tersebut, hanya empat kasus yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Atas penyelidikan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjamin penyidikan, dan proses hukum terkait kasus pelanggaran HAM itu. Mabes Polri, pun mengambil rekomendasi Komnas HAM, dengan menetapkan tiga orang tersangka. Para tersangka itu, yakni FR, dan MYO, serta Elwira Priyadi Zendrato. Ketiganya, anggota kepolisian aktif. Akan tetapi, dari ketiga tersangka, hanya MYO, dan FR yang berkas perkaranya dilanjutkan ke penuntutan. Tersangka Elwira, tak dapat dilakukan penuntutan karena dinyatakan tewas karena kecelakan.

Ebenezer melanjutkan, pada Senin (23/8), Kejakgung resmi melimpahkan berkas dakwaan tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim). Bersama tim penuntutan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejakgung, berkas perkara tersebut diteruskan dengan pelimpahan ke Pengadilan Negeri (PN) Jaktim untuk disidangkan. 

"Adapun dua berkas perkara dan tersangka yang dilimpahkan, masing-masing atas nama tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO," ujar Ebenezer, Senin (23/8). 

Dengan pelimpahan berkas perkara itu ke pengadilan, menandai babak baru pengungkapan pembunuhan enam pengawal Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab tersebut. "Tersangka Briptu FR, dan tersangka Ipda MYO, selaku anggota reserse mobil (Resmob) Polda Metro Jaya," terang Ebenezer. 

Dalam rencana dakwaan, dua tersangka, akan dijerat dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai tuduhan primer. Pasal tersebut, terkait dengan ancaman 15 tahun penjara bagi pelaku perampasan nyawa orang lain, atau pembunuhan. 

Adapun dalam rencana dakwaan subsider, jaksa penuntut umum (JPU) memakai sangkaan Pasal 351 ayat (3) juncto, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sangkaan tersebut, terkait dengan penganiayaan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman tujuh tahun penjara. "Jaksa Penuntut Umum telah mempersiapkan surat dakwaan," sambung Ebenezer.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement