REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Adanya dugaan rekayasa skrining Covid-19 terjadi di Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Kasus ini diungkap oleh keluarga dari seorang pasien yang menjalani skrining Covid-19 untuk syarat melakukan persalinan.
AM, suami pasien menjelaskan, hal itu berawal saat istrinya hendak mengurus pemberkasan untuk pendaftaran urusan persalinan pada Rabu (18/8) sekira pukul 11.00 WIB. AM mendapati formulir berisi data istrinya yang menunjukkan ketidakvalidan karena belum dilakukan pemeriksaan.
"Kita pemberkasan pendaftaran dulu, di situ disuruh fotokopi, kita melihat dan pelajari, berkasnya ini kok ditulis diceklis sama mereka. Saya tanyakan ke istri 'sudah ditanyakan belum? Katanya belum'," cerita AM kepada wartawan, Jumat (20/8).
Menurut penuturan AM, tenaga kesehatan (nakes) di RSU Tangsel yang mengurusi administrasi formulir tersebut menceklis beberapa poin terkait dengan gejala-gejala Covid-19 tanpa melakukan wawancara dengan istrinya.
"Saya tanyakan ke bidan kenapa diceklis suhu 38 derajat, apakah sudah mengukur, ini formalitas saja katanya. Kita kan enggak mau dicovidkan, takutnya," jelasnya.
AM mengatakan, istrinya lantas dites oleh pihak RSU dan dipastikan tidak terpapar Covid-19. Dia mengaku khawatir jika memang sengaja direkayasa sehingga istrinya dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19.
"Akhirnya jam 15.00 dilakukan tes dan jam 16.00 WIB ngasih kabar bahwa istri baik-baik saja, enggak Covid. Intinya khawatir dicovidkan," lanjutnya.
AM melanjutkan, pada Kamis (19/8), dia telah bertemu dengan pihak RSU Tangsel. Dia mengaku telah meminta klarifikasi dan sudah menjalani mediasi dengan pihak RSU.
Sementara itu, Humas RSU Tangsel Lasdo menyampaikan telah menerima laporan atau keluhan dari pasien mengenai dugaan skrining Covid-19. Dia mengakui memang ada unsur kelalaian yang dilakukan nakes yang bertugas dalam kasus tersebut.
"Rumah sakit menanggapi laporan tersebut ke tim keselamatan pasien rumah sakit, hasil investigasi tim keselamatan pasien sementara, memang ada kelalaian petugas pada saat pengisian form PE (penyelidikan epidemiolog) untuk permintaan TCM (tes cepat molekuler) Covid-19," terangnya.
Lasdo menjelaskan, pada saat itu kondisi pasien yang hamil sekitar 39 atau 40 minggu dengan tanda-tanda kemungkinan perlu dilakukan operasi segera. Serta perlu dites swab TCM terkait hasil Covid-19 untuk menentukan prosedur persalinan dilakukan dengan prosedur Covid-19 atau tidak.
"Karena keadaan tertentu di lapangan, petugas yang menganamnesa pasien meminta petugas lain yang mengisi form PE tersebut. Karena permintaan untuk pemeriksaan swab TCM Covid-19, petugas tersebut mengisi kolom ceklist sesuai kriteria Covid, memang terjadi kelalaian pengisian rekam medik," jelasnya.
Namun, dia melanjutkan, tim ķeselamatan pasien tidak menemukan risiko yang membahayakan pasien karena untuk mendiagnosis seseorang terkena Covid-19 atau tidak adalah tetap hasil dari swab TCM tersebut. "Selang beberapa lama hasil lab keluar dan dinyatakan negatif, pasien segera dilakukan operasi SC Cito (operasi persalinan sesar) tanpa indikasi Covid-19," kata dia.