Rabu 18 Aug 2021 11:55 WIB

Ketua MPR: UUD Bukan Kitab Suci, tak Tabu Menyempurnakannya

MPR berencana menghadirkan kembali Haluan Negara dalam amendemen UUD.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat memberikan sambutan dalam Rapat Kerja Nasional Mata Garuda 2020, secara virtual di Jakarta, Ahad (13/12)
Foto: MPR
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat memberikan sambutan dalam Rapat Kerja Nasional Mata Garuda 2020, secara virtual di Jakarta, Ahad (13/12)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali menyinggung soal rencana perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara terbatas di acara peringatan Hari Konstitusi sekaligus perayaan HUT MPR RI ke-76, Rabu (18/8). Dalam pidatonya Bamsoet mengatakan, perubahan UUD bukanlah sesuatu hal yang tabu.

"UUD memang bukanlah kitab suci, karenanya tak boleh dianggap tabu jika ada kehendak melakukan penyempurnaan. Secara alamiah konstitusi akan terus berkembang sesuai dinamika masyarakat," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).

Bamsoet menceritakan di masa sebelum reformasi UUD sangat dimuliakan secara berlebihan. Pemuliaan itu terlihat dari tekad MPR untuk melaksanakan secara murni dan konsekuen dan tidak berkehendak melakukan perubahan.

Namun seiring datangnya era reformasi pada pertengahan 1998, muncul arus besar aspirasi masyarakat yang menuntut perubahan UUD. MPR segera menyikapinya dengan mencabut TAP MPR 4/MPR 1983 tentang Referendum.

"Pencabutan TAP MPR itu memuluskan jalan bagi MPR hasil Pemilu 1999 untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang menghendaki perubahan dasar. Demikian responsifnya MPR pada saat itu dalam menyikapi arus besar aspirasi masyarakat," ujarnya.

Bamsoet mengatakan respons yang sama saat ini sedang ditunggu masyarakat, yaitu menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Menurutnya PPHN dibutuhkan sebagai pengarah bangsa ke depan.

"Sehingga Indonesia tidak seperti orang yang menari Poco-Poco. Maju dua langkah mundur tiga langkah. Ada arah yang jelas kemana bangsa ini akan dibawa pemimpin kita dalam 20, 30, atau 50 tahun ke depan," ucap mantan ketua DPR tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement