Selasa 17 Aug 2021 01:30 WIB

404: Not Found, Kala Mural Diberangus dan Dianggap Kriminal

“Kami tidak bisa dibungkam. Ini malah memotivasi kami untuk membuat karya lagi."

Seorang warga duduk di tembok, yang sebelumnya ada mural bergambar Presiden Jokowi bertuliskan 404: Not Found di bawah jembatan layang di Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batu Jaya, Kecamatan Batu Ceper, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Ahad (15/8).
Foto:

Anggota Komunitas Street Art RainCityStrike, Rulz, mengatakan salah satu tugas seniman street art adalah mewakili suara rakyat untuk menegur pemerintah seperti yang sudah dilakukan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia.

“Dulu saat masa perjuangan tujuan street art untuk membangkitkan semangat rakyat. Para seniman mencoret tembok-tembok dengan kata ‘Merdeka’,” kata Rulz kepada Republika, Senin (16/8).

Menurut Rulz, sejak 2005, street art sudah banyak ada di ruang publik dan baru kali ini ada pembuat mural yang diburu polisi karena muatan pesannya. Biasanya, polisi memburu para seniman karena aktivitasnya.

Rulz mengaku ada pemerintah kota (pemkot) yang sudah memberikan ruang khusus menggambar untuk para seniman. Namun, karena street art memang konsepnya di ruang publik, para seniman akan memilih daerah yang strategis di mana banyak orang yang singgah dan membaca pesan yang diungkapkan.

“Walaupun ada tempat untuk menyalurkan, kita tetap milih tempat yang strategis. Kalau nanti kita diburu, biasanya disuruh cat lagi atau cat kita disita,” ujar dia.

Fenomena mural Jokowi dinilai akan memprovokasi seniman lain untuk membuat karya serupa. “Kami tidak bisa dibungkam. Ini malah memotivasi kita untuk membuat karya lagi,” tambahnya.

Wali Kota Komunitas Mural Bandung, Alga Indria atau yang kerap disapa Kang Alga, mengatakan harus diakui, mural merupakan media efektif untuk menyampaikan pesan karena memang dilihat oleh banyak orang.

“Mural memang hal yang concern untuk masyarakat menyampaikan sesuatu. Ini sudah terjadi sejak zaman pendudukan Belanda,” kata dia. Yang perlu diperhatikan, para seniman harus menerima konsekuensi sebelum membuat suatu karya.

Jika ingin menyampaikan pesan di publik berarti harus berhadapan dengan penguasa. Saat zaman Presiden Soeharto kata dia ada banyak mural yang dibuat dan dihapus.  

“Jadi, siapa saja yang melawan pemerintah atau yang berkuasa pasti akan berhadapan dengan penguasa itu. Kalau penguasa santai saja, mungkin tidak akan digubris. Kalau menurut saya lawan saja, kalau dihapus nanti digambar lagi. Namanya perlawanan pasti memiliki konsekuensi,” ujar dia.

Seniman muda, Shane Tortilla, menyebut sudah banyak seniman yang menyinggung isu sosial dan politik dalam karya mereka. Akhir-akhir ini banyak karya yang menyinggung pemerintah yang dihapus.

“Beberapa waktu lalu saya dapat kabar dari seniman di NTT karyanya dihapus karena menyinggung pemerintah. Nah, ini merupakan fenomena yang menjadi sorotan publik,” kata dia.

Shane menjelaskan, tujuan utama street art adalah menumpahkan opini individu atau kelompok dan mengerahkan opini tersebut ke masyarakat. Dalam hal mural Jokowi, Shane menilai ini berhasil mendapat perhatian publik. Apa yang tercantum dalam mural tersebut berdasarkan pengalaman yang dirasakan masyarakat. Shane menduga ini bisa menjadi isu besar.

“Kalau dihapus ini berarti ada yang disembunyikan atau ada yang ingin rakyat lain tidak lihat. Dibungkam terus opinin rakyat yang mengekspresikan itu,” ucap dia.

 

photo
Respons Jokowi Atas Kritik BEM UI - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement