Jumat 13 Aug 2021 05:01 WIB

Pertanyaan kepada Mr Roem: Kenapa KMB Harus 3 Bulan?

Ternyata perjuangan diplomasi Indonesia merdeka sangat tidak mudah

Moh Roem dan Isteri (Markisa Dahlia)
Foto: Gahetna.nl
Moh Roem dan Isteri (Markisa Dahlia)

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.

Salah satu bapak bangsa yang merupakan diplomat dan menteri luar negeri legendaris, Mr Mohammad Roem bercerita tentang seorang Belanda yang suka jalan pagi di sekitar Menteng bersama anak gadisnya. Sebut saja si gadis itu namanya Noni.

Ketika tahu papie memberi hormat kepada seorang pribumi yang lagi jalan pagi, kontan saja Noni kaget sekali. Maka dia langsung penasaran bertanya kepada papie-nya itu. Dia geleng kepala karena papie-nya kasih groeten (hormat) pada itu bapak. Dalam sejarah semua orang tahu Mr Roem lelaki asal kota kecil sederhana di Jawa Tengah, Temanggung. Dia seorang santri.

Noni: Waarom  papie  groeten aan hem  (Mengapa Papi kasih hormat kepada itu bapak. Siapa dia sih? Papie tak pernah lakukan ini pada siapa pun.

Papie: Hij ist Mr Roem, Dia adalah Mr Roem. Siapa pun orangnya harus hormati Roem. 

Pada lain waktu, pada suatu waktu Pak Roem suatu kali minta saya datang ke rumahnya di Cik Ditiro, Menteng. "Kamu datang, tapi duduk saja, tidak boleh bicara," kata beliau. Itu tahun 1974. Saya bingung, emang mo diapain saya sama Pak Roem? 

Pada hari 'H' saya datang ke rumahnya. Tak lama susul-menyusul datang eks tokoh Partai Katolik IJ Kasimo, Muchtar Lubis, Kasman Singodimejo, AM Tambunan yang eks tokoh Parkindo, Yunan Nasution eks sekjen Masyumi. Saya kaget, mereka akrab sekali, senda gurau tak hilang walau arus utama bicara politik. 

Itulah komunitas politik 1950-an. Dibanding sekarang? Jawaban terpulang masing-masing!

photo
 
Keterangan foto: Mr Moh Roem dalam keriuhan suasana delegeasi perundingan Belanda-Indonesia. - (gahetna.nl)

                                           

                                  *****

Kali lain Pak Roem Minta saya datang. Sebenarnya ini rutin saja. Saya memang berguru pada Mr Roem, M Natsir, dan Subchan ZE. Pergi ke rumah Mr Roem saya biasa datang pagi. Jalan kaki dari kantor PB HMI yang juga ada di bilangan Menteng.

Baca juga : Stasiun Integrasi CSW Diklaim Warisan Jokowi-Ahok, Benarkah?

Ridwan Saidi (RS): Pak, kenapa Konferensi Meja Bundar di Den Haag 1949 harus berlangsung sampai tiga bulan. Itu kan lama sekali, Pak.

Roem (R): Ya. Kita merinci kerugian yang harus kita bayar kepada Belanda .

RS: Kok begitu, Pak?

R: Jalan-jalan dan pelabuhan yang mereka bangun, mereka minta ganti. Malah biaya yang mereka keluarkan dalam perang Aceh, Diponegoro, Pattimura, Sisingamangaraja, mereka minta diganti juga.

Setelah berkata seperti itu, langsung Mr Roem tertunduk. Lalu dengan suara bergetar ia lanjutkan pembicaraanya. "Saya katakan di KMB saat itu, 'Apakah saya harus keluarkan uang mengganti uang tuan-tuan yang tuan-tuan pakai untuk membeli peluru yang membunuh nenek moyang kami?'"

Kembali Mr Roem kemudian terdiam. Saya pun langsung menunduk, seraya berkata pada hati sendiri dengan membatin: ternyata diplomasi itu tak mudah!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement