REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Galeri Nasional Indonesia menggagas proyek bersama galeri seni dari tiga negara lain, yakni Thailand, Jerman, dan Singapura. Proyek jangka panjang itu bertajuk "Collecting Entanglements and Embodied Histories".
Lembaga yang digandeng antara lain Goethe-Institut dan Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman, MAIIAM Contemporary Art Museum di Chiang Mai, Thailand, serta Singapore Art Museum di Singapura.
Program memungkinkan terjadinya percakapan, pertemuan, pertukaran gagasan, wacana, dan karya di antara koleksi sejumlah lembaga yang terlibat. Hasil akhirnya adalah pameran di keempat negara tersebut.
Kurator Anna-Catharina Gebbers, Grace Samboh, Gridthiya Gaweewong, dan June Yap merumuskan landasan proyek bersama-sama. Masing-masing kurator lantas membuat pameran yang menjelajahi kekhasan kisah di balik koleksi.
"Collecting Entanglements and Embodied Histories" bertujuan menelusuri bermacam cerita, kontrasejarah, dan bagian sejarah yang hilang, yang gaung semangatnya masih jelas terdengar sembari mencari bentuk pengisahan baru.
Proyek ini menjelajahi pertautan kisah dalam proses pembangunan bangsa, pembentukan identitas perorangan, serta bagaimana perwujudan keduanya hadir dalam karya-karya seni dan sejarah pameran.
Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia dan Selandia Baru, Stefan Dreyer, menjelaskan bahwa proyek bermula pada 2017. Saat itu, para kurator berbagi ide dan memperluas ruang percakapan agar dapat berlanjut.
"Kami melihat betapa pentingnya upaya penelusuran kembali kelindan sejarah yang berdampak terhadap proses pembangunan bangsa sembari merenungkan sangkut-pautnya dengan kenyataan hidup kita hari ini," kata Dreyer lewat pernyataan resminya.
Hingga Maret 2022, percakapan bulanan para kurator disiarkan untuk publik di Youtube dan Facebook setiap hari Kamis terakhir dalam sebulan. Pada saat yang sama, rangkaian pameran juga telah berlangsung.
Rangkaian pertama adalah "ERRATA" di MAIIAM Contemporary Art Museum, Chiang Mai, Thailand, pada 30 Juli 2021 sampai 1 November 2021. Acara memamerkan hampir 100 karya dari 38 perupa dan empat arsip.
Babak kedua, "The Gift", dihelat oleh Singapore Art Museum pada 20 Agustus 2021 sampai 7 November 2021. Pameran mengeksplorasi gagasan pertukaran, pengaruh, dan jejak melalui subjek pemberian atau hadiah.
Selanjutnya, pameran "Nation, Narration, Narcosis, Hamburger Bahnhof" berlangsung di Museum für Gegenwart, Berlin, Jerman, pada 4 November 2021 sampai 3 Juli 2022. Acara mengeksplorasi hubungan di antara bentuk seni yang kritis.
Selain karya-karya Joseph Beuys di Hamburger Bahnhof, ditampilkan juga karya dan dokumen dari koleksi Museum Nasional di Berlin, sejak zaman imperialisme sampai masa kini. Ada juga karya-karya pinjaman dari museum mitra.
Sementara, Galeri Nasional Indonesia di Jakarta akan menggelar pameran bertajuk "Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak". Acara dijadwalkan berlangsung pada 28 Januari 2022 sampai 28 Februari 2022.
Pameran menyoal sejumlah pameran lain di masa silam, tepatnya sekitar masa Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955. Kala itu, berbagai pameran berorientasi geopolitik mulai merebak di seluruh dunia.
Ada Sao Paulo Biennale (perdana 1951), Alexandria Biennale (perdana 1955), dan Biennial of Graphic Arts (Ljubljana, perdana 1955). Memasuki 1981, pameran keliling di antara negara-negara anggota ASEAN mulai berlangsung.
Pada masa itu juga terjadi lonjakan pameran internasional yang tidak berkiblat ke Barat. Beberapa di antaranya Fukuoka Asian Art Triennale (perdana 1979), Asian Art Biennale (Bangladesh, perdana 1981), Australia and the Regions Exchange (perdana 1983), dan Havana Biennale (perdana 1984).
"Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak" berupaya mengungkap hal yang bisa dipelajari dari berbagai pertukaran tersebut. Mencari jawab apakah pertukaran-pertukaran itu semata gerak-gerik simbolik dan seperti apa hubungan para seniman pada masa tersebut.