REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP menanggapi gugatan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Ketua DPR RI Puan Maharani ke PTUN terkait surat hasil seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Politikus PDIP, Hendrawan Supratikno, mengaku terkejut adanya gugatan tersebut.
"Kami terperangah, ini kan prosesnya baru mulai berjalan, tiba-tiba ada ancaman gugatan kepada Ketua DPR. Yang dilakukan MAKI seperti serangan dini, dengan target interupsi atau bahkan aborsi proses," kata Hendrawan saat dikonfirmasi, Selasa (10/8).
Ia menafsirkan gugatan tersebut merupakan bentuk kekhawatiran MAKI masukannya tidak dianggap serius oleh DPR. Hendrawan berharap proses seleksi calon anggota BPK tidak dipolitisasi.
"Harapan kami, jangan belum apa-apa sudah dipolitisir dan main ancam. Lembaga BPK yang bebas dan mandiri, merupakan amanat konstitusi," ucapnya.
Ia juga berpesan agar MAKI tidak mempolitisasi seleksi calon anggota BPK. Ia memastikan akan menampung aspirasi masyarakat.
"Termasuk apa yang disampaikan MAKI. Seleksi calon anggota BPK belum final. Komisi XI DPR masih akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan calon anggota BPK," ujarnya.
Sebelumnya, Koordinator Boyamin Saiman pada hari Jumat (6/8) lalu menyampaikan rencana MAKI menggugat Puan Maharani terkait dengan penerbitan Surat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada pimpinan DPD RI tentang Penyampaian Nama-Nama Calon Anggota BPK RI yang berisi 16 nama. Dua dari total nama calon tersebut, yakni Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z. Soeratin, diduga tidak memenuhi persyaratan.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 Huruf j Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyebut calon anggota BPK harus paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.