REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengutip indeks demokrasi Indonesia yang dirilis Economist Intelligence Unit (EUI) pada 2020. Penilaian ini dilihat dari lima indikator, yaitu proses elektoral dan pluralisme, fungsi pemerintahan, partisipasi politik, kebebasan sipil, dan budaya politik.
"Kita mengalami penurunan dalam hal budaya politik (political culture) dan kebebasan sipil (civil liberties)," ujar Airlangga dalam pidato kebangsaan dalam perayaan 50 Tahun Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Selasa (10/8).
Budaya politik, kata Airlangga, sangat penting untuk menopang bagi tumbuhnya demokrasi agar lebih berkualitas. Apalagi masih ada dalam penilaian masyarakat yang kurang percaya terhadap efektivitas sistem demokrasi.
"Karena itu, pendidikan politik secara mendalam harus terus menerus kita kembangkan, dari mulai tingkat elite hingga ke akar rumput," ujar Airlangga.
Dalam hal kebebasan sipil, Indonesia harus terus meningkatkan penghormatan atas kemajemukan. Serta meningkatkan toleransi dalam kehidupan beragama dan penghargaan terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Partai Golkar berkomitmen untuk terus mendorong peningkatan kualitas demokrasi yang ditunjukan dengan berbagai kebijakan dan program partai yang lebih terbuka, responsif dan demokratis," ujar menteri koordinator perekonomian itu.
Ia mengatakan partainya telah memiliki Visi Negara Kesejahteraan 2045. Ia meyakini, Indonesia akan menjadi negara maju dan sejajar dengan negara-negara besar lainnya di dunia.
"Partai Golkar sangat optimis bahwa kita mampu menjadi negara maju pada tahun 2045. Kita harus merawat komitmen kita terhadap demokrasi sebagai jalan untuk memastikan tata kelola politik dan pemerintahan yang baik," ujar Airlangga.