REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei mengenai keprihatinan responden terhadap masalah bangsa. Hasilnya, persoalan korupsi (93 persen), lapangan kerja (97 persen), dan pertumbuhan ekonomi (96 persen) paling banyak mengundang keprihatinan yang tinggi dari publik, dibandingkan masalah kerusakan lingkungan, demokrasi, dan perubahan iklim.
"Kita lihat bagaimana prioritas masyarakat ketika melihat persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa kita dari sudut pandang enam masalah ini," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis hasil survei secara daring, Ahad (8/8).
Dia melanjutkan, mayoritas publik (60 persen) menilai tingkat korupsi di Indonesia saat ini meningkat dalam dua tahun terakhir. Bahkan, persepsi publik terhadap korupsi cenderung meningkat juga bertambah dalam sebulan terakhir, dari 53 persen pada Juni 2021 menjadi 60 persen pada Juli 2021.
Khusus di sektor sumber daya alam (SDA), banyak responden yang menilai penyebaran korupsi sangat luas/luas di bidang penangkapan ikan oleh kapal asing serta pertambangan yang dikelola perusahaan asing dan BUMN/BUMD. Namun, cukup banyak responden yang tidak menjawab atau tidak tahu perihal tingkat penyebaran korupsi di sektor SDA tersebut.
"Salah satu penjelasannya barangkali karena memang sektor sumber daya alam ini hanya diketahui oleh sedikit orang di Indonesia atau menggambarkan isu yang terkait dengan sumber daya alam ini adalah isu yang tidak mudah dipahami oleh masyarakat secara umum," kata Djayadi.
Dia memerinci, sekitar 12 persen publik nasional tahu mengenai sektor pertambangan, baik dari pengalaman langsung maupun tidak langsung. Dari yang menyatakan tahu pertambangan, sekitar 48 persen publik menganggap hanya sebagian kecil atau hampir tidak ada perusahaan pertambangan yang patuh terhadap aturan perizinan.
Sementara, 23 persen publik nasional yang mengetahui tentang sektor perkebunan. Dari yang menyatakan tahu perkebunan itu, sekitat 52 persen publik menganggap hampir semua atau sebagian besar perusahaan perkebunan yang patuh terhadap aturan perizinan.
Survei dilakukan melalui sambungan telepon dengan ukuran sampel basis sebanyak 1.200 responden dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Survei menggunakan metode simple random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) kurang lebih 2.88 persen pada tingkat kepercayaan 95 perden.