Jumat 06 Aug 2021 09:13 WIB

KPK Tolak Koreksi Ombudsman, Tim 75: Pimpinan Antikritik

Komisioner KPK memutuskan tidak akan tunduk kepada lembaga apapun.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Mas Alamil Huda
Layar ponsel menampilkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/8/2021). KPK menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Layar ponsel menampilkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memberikan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/8/2021). KPK menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif yang tergabung dalam Tim 75 mengaku tidak terkejut dengan penolakan komisioner KPK soal rekomendasi Ombudsman terkait tes wawasan kebangsaan (TWK). Komisioner KPK sebelumnya memutuskan tidak akan tunduk kepada lembaga apapun.

"Sikap ini, kami lihat sebagai sikap anti-koreksi," kata Perwakilan tim 75, Yudi Purnomo Harahap di Jakarta, Jumat (6/8).

Yudi mengatakan, Ombudsman merupakan lembaga yang diberikan kewenangan untuk memberikan rekomendasi dan tindakan korektif. Tindakan korektif yang dikeluarkan juga bagian dari hukum sehingga memiliki kekuatan hukum.

Dia mengatakan, sebagai lembaga penegak hukum justru KPK sepatutnya taat hukum tanpa pilih-pilih aturan mana yang ditaati. Lanjutnya, tindakan korektif sepatutnya dijadikan bahan untuk perbaikan bukan malah menyerang Ombudsman yang mencari solusi terhadap permasalahan status 75 pegawai KPK.

"Ini sama saja KPK memilih untuk kill the messenger bukannya mengapresiasi rekomendasi Ombudsman," kata Ketua Wadah Pegawai KPK ini.

Yudi menilai, sikap tersebut menunjukkan bahwa dalih pimpinan KPK telah memperjuangkan hak dan nasib 75 orang pegawai adalah suatu retorika belaka. Dia mengatakan, seharusnya pimpinan KPK menjadikan rekomendasi Ombudsman sebagai dasar memperjelas status 75 pegawainya sesuai dengan Revisi UU KPK, putusan MK dan arahan presiden.

"Sehingga 75 pegawai tersebut bisa segera kembali bekerja melaksanakan tupoksinya dalam memberantas korupsi di Indonesia," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK. Ombudsman lantas mengeluarkan tindakan korektif untuk KPK.

Alih-alih melaksanakan tindakan korektif itu, KPK justru menuding Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan 75 pegawai terhadap KPK. Lembaga antirasuah itu mengaku keberatan dengan hasil pemeriksaan Ombudsman yang menemukan kecacatan dalam seluruh proses TWK.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, berkelakar bahwa lembaga antirasuah tidak tunduk pada instansi apapun. Dia mengatakan, KPK tidak berada di bawah institusi apapun dan tidak bisa diintervensi kekuasaan manapun.

"Kami tidak ada di bawah institusi atau lembaga apapun di Republik Indonesia ini, sehingga mekanisme dalam memberikan rekomendasi ke atasan ya atasan KPK langit-langit ini," kata Ghufron sambil terkekeh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement