Rabu 04 Aug 2021 18:02 WIB

Firli Minta Pegawai KPK Semangat Lawan Korupsi Usai Jadi ASN

Firli meminta pegawai KPK tak kurangi independensi memberantas korupsi usai jadi ASN.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, meminta agar para pegawai KPK tetap menebarkan terus semangat berkarya untuk bangsa melalui pemberantasan korupsi. Menurutnya, hal itu sebagai salah satu wujud pengabdian bagi negara.

"Pegawai KPK menjadi ASN pun tidak akan mengurangi independensi pemberatasan korupsi karena dalam melaksanakan tugas dan kewenangan semua insan KPK tidak boleh terpengaruh kepada kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif," kata Firli Bahuri dalam keterangan, Rabu (4/8).

Baca Juga

Firli menegaskan, seluruh pegawai KPK telah diberikan mandat dari rakyat dan mendapat perintah untuk melakukan pemberantasan korupsi. Komisaris Jendral Polisi itu mengatakan, bahwa lahan pengabdian terbuka luas dan pemberantasan korupsi adalah pintu gerbang dari sekian pintu gerbang yang dilalui.

"Rekan-rekan akan menjadi bagian penggerak bela negara dan wawasan kebangsaan, kecintaan terhadap tanah air dan pelopor yang mewarnai indahnya kebhinekaan dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa," ujarnya.

Hal tersebut disampaikan Firli Bahuri saat menjadi pembicara dalam pendidikam dan latihan (diklat) bela negara dan wawasan bagi pegawai KPK. Diklat digelar bagi 24 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) namun masih dapat dinina.

Dalam perkembangannya, diklat hanya diikuti oleh 18 dari 24 pegawai tesebut. Dari 18 pegawai yang mengikuti diklat, sebanyak 16 orang akan mengikuti secara langsung sedangkan dua pegawai yang masih menjalani isolasi mandiri Covid-19 akan mengikuti secara daring.

Sedangkan enam pegawai lainnya mengaku enggan mengikuti diklat tersebut. Mereka beranggapan bahwa diklat tidak memiliki landasan hukum yang jelas menyusul kecacatan adminiatrasi yang ditemukan dalam seluruh pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Salah satu pegawai yang enggan mengikuti diklat bela negara dan wawasan kebangsaan adalah Hotman Tambunan. Dia mengaku tak ingin mengikuti diklat bela negara lantaran kegiatan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan telah terjadi kesewenang-wenangan perampasan hak asasi 75 pegawai KPK berstatus TMS.

"Diklat itu sejak awal pelatuhan itu nggak ada dasar hukum karena PP nomor 41 tahun 2020 terkait alih status hanya dikenal dengan pelatihan orientasi, dan itu boleh dilakukan dalam konteks meningkatkan kompetensi seluruh pegawai bukan hanya yang 24 saja," kata Hotman Tambunan.

Lebih jauh, dia berpendapat bahwa lansadan aturan diklat bela negara saat ini hanya berita acara 25 Mei 2021 yang ditandatangani enam lembaga negara. Dia mengatakan, berita acara yang sama juga memuat pembehentian pegawai KPK yang dia nilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan pimpinan lembaga negara untuk merampas hak asasi 75 pegawai agar tidak bekerja di KPK.

"Artinya 6 pimpinan lembaga ini telah melanggar UU dengan menyalahgunakan wewenang dan berdasarkan UU 30 tahun 2014 sanksi adminstasi berat dan itu adalah masuk kepada pemecatan pejabat negara," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement