Kamis 29 Jul 2021 00:30 WIB

Derita Anak Kala Perceraian Menelikung Orang Tuanya

Hak asuh anak yang masih di bawah umur itu, berada di tangan ibunya. 

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Perceraian (ilustrasi)
Foto:

Meski di tengah pandemj Covid-19, P2TP2A terus rutin melakukan kunjungan ke puskesmas dan lokasi aduan, untuk melakukan konseling. Serta tetap berkomunikasi secara intens dengan para korban.

“Kami juga bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bogor di beberapa tupoksi. Sebagai pengawas undang-undang, juga untuk mendorong beberapa kebijakan,” ujarnya.

Ketua KPAID Kota Bogor, Dudih Syarudin, mengatakan, KPAID Kota Bogor telah menangani sekitar 20 kasus aduan terkait permasalahan anak. Selain kasus yang ditangani melalui aduan, KPAID Kota Bogor juga melihat banyaknya keluhan dan curhatan dari isu serupa di media sosial.

“Total aduan yang sudah ditangani sekitar 20 (kasus). Kalau (tahun) sebelumnya sampai di angka 60 kasus. Ada penurunan, tapi kan tahun ini baru sampai bulan ke-tujuh. Kalau melihat keluhan curhatan di media sosial luar biasa, bahkan nggak hanya soal anak,” ungkap dia.

Dudih mengatakan, meski di tingkat pengaduan berkurang, pihaknya melihat banyaknya cuitan, status, dan unggahan di media sosial tentang keluarga lebih masif di masa pandemi Covid-19. Berbagai isu seperti kekurangan dan keterbatasan penghasilan dinilai Dudih dapat berdampak pada anak. 

Salah satunya, ketika ayah atau suami tidak berpenghasilan. Sementara, tuntutan makan dan kesehatan dari keluarga tidak bisa ditunda.

“Sementara penghasilan terbatas, gerak untuk melakukan usaha dibatasi. Bantuan juga terbatas. Ini tidak terelakkan. Akhirnya, kekerasan terjadi. Ini salah satu bagamana kita bisa mengurai permasalahan akhirnya anak tidak melulu jadi korban,” tuturnya.

Dudih mengatakan, KPAID dapat membantu mengurai permasalahan yang ada di keluarga. Meskti tidak bisa memuaskan dan memenuhi ekspektasi secara keseluruhan, tapi pihaknya dapat memberikan secercah harapan dari satu sisi permasalahan dengan memberi solusi.

“Di kondisi seperti ini semua orang merasa kesulitan. Impactnya ke mana-mana. Anak bisa kena kekerasan verbal maupun fisik,” ucapnya.

Komisioner KPAID Kota Bogor, Sumedi, mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau pembelajarn daring yang selama setahun lebih dijalani anak-anak, kerap membuat tingkat kekerasan tinggi. Sebab, tidak semua orang tua bisa menjadi guru di rumah bagi anak-anaknya.

 

“Pembelajaran daring yang orangtua tidak biasa menjadi guru di rumah, bisa menyebabkan tingkat kekerasan tingi. Emosi. Orangtua biasa kerja, nggak mengajar. Sementara anak dituntut belajar di rumah sama orang tua,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement