REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mencatat kasus pidana yang tinggi terkait dengan alat-alat kesehatan dan produk farmasi selama penerapan PPKM Darurat Covid-19 di seluruh Indonesia. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, tercatat ada sebanyak total 33 kasus pidana, yang tersebar di kepolisian daerah, dengan penetapan tersangka setotal 37 orang.
Rusdi menerangkan, kasus-kasus tersebut menyangkut soal penimbunan obat-obatan, penimbunan oksigen, dan penjualan obat-obatan di atas harga eceran tertinggi (HET). “Ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi seperti ini (pandemi) untuk mencari keuntungan dengan cara-cara curang, dan ilegal,” ujar dia, saat konfrensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/7). Polri memastikan puluhan kasus tersebut, akan tetap dilakukan pemidanaan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Mabes Polri Brigjen Helmy Santika menerangkan, di Bareskrim sendiri, penanganan kasus terkait PPKM Darurat Covid-19, ada sebanyak delapan perkara, dengan penetapan tersangka terhadap 19 orang. Dia menerangkan, kasus-kasus tersebut terkait dengan pelambungan harga 11 merk obat Covid-19 yang tak sesuai HET.
“Ada beredar sejumlah obat, yang katanya bisa menyembuhkan Covid-19. Hal ini menimbulkan kelangkaan, dan peningkatan harga jual,” ujar Helmy, Rabu (28/7).
Namun, kata dia, pemerintah menerbitkan aturan sanksi pidana atas aksi-aksi para spekulan melakukan penimbunan, dan pelambungan harga obat-obatan yang saat ini paling dibutuhkan masyarakat di masa pandemi. Bahkan, dari kasus tersebut, ada sejumlah pengungkapan tentang penipuan tabung oksigen.
Helmy menerangkan, ada sejumlah depot penjual tabung oksigen di beberapa wilayah yang menggunakan tabung alat pemadam api ringan (APAR). “Tabung APAR diubah menjadi tabung oksigen lalu dijual,” ujar Helmy. Helmy pun memastikan, kepolisian akan tetap melakukan kontrol, dan pengawasan alat-alat kesehatan, dan obat-obatan Covid-19 di masyarakat.