REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lonjakan kasus positif Covid-19 di Indonesia saat ini menyebabkan tingginya kebutuhan obat-obatan untuk terapi pasien. Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, lonjakan terhadap kebutuhan obat-obatan ini mencapai 12 kali lipat.
Untuk mengatasinya, pemerintah telah berkomunikasi dengan para pengusaha farmasi serta menyiapkan impor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, dan menyiapkan distribusinya. Kendati demikian, proses produksi untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan di dalam negeri ini membutuhkan waktu antara 4-6 minggu.
“Mudah-mudahan di awal Agustus nanti beberapa obat-obatan yang sering dicari masyarakat misalnya Azitromisin, Oseltamivir, maupun Favipiravir itu sudah bisa masuk ke pasar secara lebih signifikan,” ujar Menkes Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (26/7).
Saat ini, stok obat Azitromisin secara nasional mencapai sebanyak 11,4 juta. Budi menyebut terdapat 20 pabrik lokal yang memproduksi obat ini. Karena itu ia meyakini kapasitas produksi obat Azitromisin ini mencukupi.
Namun, ia mengakui terdapat hambatan dalam pendistribusian obat-obatan yang dibutuhkan pasien Covid-19. Menurut dia, masalah ini juga telah dibahas bersama GP Farmasi untuk memastikan agar distribusi obat Azitromisin ke apotek dapat berjalan lancar.
Selain Azitromisin, stok untuk obat Favipiravir di seluruh daerah di Indonesia yakni sekitar 6 juta. Sejumlah produsen di dalam negeri pun telah menyanggupi untuk meningkatkan stok obat ini. Seperti Kimia Farma yang bisa memproduksi dua juta per hari dan PT Dexa Medica yang juga akan mengimpor 50 juta obat pada Agustus.
“Kami impor juga 9,2 juta dari beberapa negara untuk mulai bulan Agustus. Dan ada pabrik baru rencananya yang mulai Agustus juga akan produksi 1 juta Favipiravir setiap hari,” tambah Menkes.
Obat Favipiravir ini nantinya akan menggantikan Oseltamivir sebagai obat antivirus. Menkes berharap, kapasitas produksi dalam negeri untuk obat Favipiravir ini mencapai 2-4 tablet per hari pada Agustus nanti. Sementara untuk stok obat Oseltamivir hingga Agustus nanti mencapai sekitar 12 juta.
“Tapi karena ini (Oseltamivir) nanti akan pelan-pelan secara bertahap diganti oleh Favipiravir kami akan pertahankan stok ini,” ucapnya.
Selain ketiga obat tersebut yang dibutuhkan untuk terapi pasien Covid-19, terdapat tiga jenis obat lainnya yang stoknya masih tergantung pada jumlah ekspor. Yakni Remdesivir, Actemra, dan Gammaraas.
Sayangnya, pasokan ketiga jenis obat-obatan tersebut juga terbatas di dunia sebab tingginya kebutuhan dari berbagai negara. Pemerintah pun rencananya akan mendatangkan 150 ribu Remdesivir pada Juli ini dan sebanyak 1,2 juta pada Agustus nanti. Saat ini, pemerintah juga tengah berupaya untuk memproduksi Remdesivir di dalam negeri.
Untuk obat Actemra, pemerintah juga akan mendatangkan sebanyak 1.000 vial. Terbatasnya stok Actemra di Indonesia saat ini membuat harganya melambung tinggi, bahkan mencapai hingga ratusan juta.
“Tapi Agustus kami akan mengimpor 138 ribu dari negara-negara yang mungkin teman-teman tidak membayangkan kami akan mengimpor dari negara-negara tersebut. Kami cari ke seluruh pelosok dunia mengenai Actemra ini,” ucap dia.
Sedangkan untuk Gammaraas, Menkes menyebut sebanyak 26 ribu akan diimpor pada Juli ini dan sebanyak 27 ribu akan didatangkan pada Agustus nanti. Menkes mengatakan, obat-obatan ini akan datang secara bertahap sehingga pada Agustus nanti diharapkan pasokan di Tanah Air sudah membaik.