Sabtu 24 Jul 2021 16:00 WIB

Legislator Tuntut Sense of Crisis Pemerintah

Pemerintah bertugas mendekatkan jurang persepsi antara harapan publik dan kinerja.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mendesak pemerintah serius menangani pandemi Covid-19 dengan sense of crisis atau rasa kepekaan sosial. Pemerintah mempunyai tugas mendekatkan jurang persepsi antara harapan publik dan kinerja pemerintah mengendalikan Covid-19. (Foto ilustrasi: Pekerja mengisi ulang oksigen ke dalam tabung untuk kebutuhan medis)
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mendesak pemerintah serius menangani pandemi Covid-19 dengan sense of crisis atau rasa kepekaan sosial. Pemerintah mempunyai tugas mendekatkan jurang persepsi antara harapan publik dan kinerja pemerintah mengendalikan Covid-19. (Foto ilustrasi: Pekerja mengisi ulang oksigen ke dalam tabung untuk kebutuhan medis)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mendesak pemerintah serius menangani pandemi Covid-19 dengan sense of crisis atau rasa kepekaan sosial. Pemerintah mempunyai tugas mendekatkan jurang persepsi antara harapan publik dan kinerja pemerintah mengendalikan Covid-19. 

"Saya mendesak, meminta, mendorong, agar pemerintah bersungguh-sungguh, serius, harus ada sense of crisis dan kemudian tugas pemerintah adalah mendekatkan jurang persepsi antara harapan publik dengan kinerja pemerintah," ujar Netty dalam diskusi daring, Sabtu (24/7). 

Baca Juga

Saat ini, dia cukup bersyukur pemerintah menetapkan sejumlah indikator yang sifatnya kuantitatif untuk memutuskan perpanjangan kebijakan PPKM Level 4. Salah satunya, mempertimbangkan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit atau bed occupancy ratio (BOR) untuk intensive care unit (ICU) dan ruang isolasi. 

Namun, dia meminta pemerintah memperhatikan banyaknya tenaga kesehatan (nakes) yang gugur saat menjalankan tugas di tengah lonjakan kasus Covid-19. Pasukan garda terdepan itu harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, seperti obat-obatan, oksigen, ventilator, dan insentif nakes, baik yang tercatat di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 

Kemudian, untuk menghindari konflik horizontal di tengah masyarakat, pemerintah harus memitigasinya dengan percepatan penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak wabah Covid-19. Netty menegaskan, jangan ada lagi kata terlambat dalam pencairan bansos ini karena banyak masyarakat dengan pendapatan harian terdampak kebijakan PPKM ini. 

"Tentu saja saya ingin mendorong vaksinasi ini agar terus dipercepat dengan sebuah kebijakan yang agresif bukan lagi akseleratif supaya bisa melengkapi usaha kita," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. 

Guru Besar Komunikasi Universitas Indonesia, Ibnu Hamad, menilai komunikasi publik yang dilakukan pemerintah belum mengedepankan komunikasi krisis. Dia menjelaskan, ciri komunikasi krisis adalah komunikasi yang disampaikan berdasarkan fakta atau tindakan-tindakan yang sudah dilakukan dalam mengendalikan krisis ini. 

"Kita jarang dengar, katakanlah vaksinasi, berapa vaksin yang dikirim ke Aceh, berapa vaksin yang dikirim ke Papua. Pokoknya laporkan saja setiap harinya. Berapa yang sudah divaksin," kata Ibnu. 

Selama ini, ia mengatakan, setiap harinya, pemerintah hanya menyampaikan jumlah kematian, penambahan kasus harian, dan semacamnya. Dia menuturkan, informasi tersebut penting, tetapi juga harus dibarengi dengan menyampaikan apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. 

Untuk di bidang ekonomi misalnya, bantuan apa saja yang sudah diberikan pemerintah kepada pengusaha secara periodik. Penyampaian informasi mengenai upaya yang telah dilakukan pemerintah tersebut bertujuan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 

"Kenapa trust itu tidak terbangun, karena orang kan meraba-raba apa sih yang sudah dilakukan sebetulnya," tutur Ibnu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement