Kamis 22 Jul 2021 17:42 WIB

Diklat Pegawai tak Lulus TWK KPK yang Tetap Digelar

Diklat pegawai tak lulus TWK KPK mengabaikan kesimpulan maladministrasi Ombudsman.

Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) menggunakan topeng dengan wajah Ketua KPK Firli Bahuri saat menggelar Aksi Selamatkan KPK di area Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/7). Aksi tersebut sebagai buntut polemik dari Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara yang diduga sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) menggunakan topeng dengan wajah Ketua KPK Firli Bahuri saat menggelar Aksi Selamatkan KPK di area Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/7). Aksi tersebut sebagai buntut polemik dari Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara yang diduga sebagai upaya pelemahan lembaga antirasuah. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Antara

Kemarin, Ombudsman Republik Indonesia sudah mengeluarkan kesimpulan dari proses pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terkait peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Ombudsman menemukan terdapat maladministrasi dalam seluruh proses TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes.

Baca Juga

Hari ini, Ketua KPK, Firli Bahuri, seakan mengabaikan temuan Ombudsman. Firli pun resmi membuka diklat bela negara dan wawasan kebangsaan bagi 18 pegawai yang tidak lulus TWK di Universitas Pertahanan di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Diklat dimulai pada 22 Juli sampai 30 Agustus 2021 di Kampus Universitas Pertahanan.

"Hari ini, saya membuka secara resmi pendidikan dan latihan bela negara serta wawasan kebangsaan di Universitas Pertahanan Sentul, Bogor, Jawa Barat," ucap dia, dalam keterangan yang diterima.

Ia mengapresiasi pegawai yang bersedia mengikuti diklat itu. "Hari ini jadi hari besar dengan jiwa ksatria di mana insan pegawai KPK bersedia mengabdi, cinta dan setia untuk negara sesuai cita-cita yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar," katanya.

Diketahui, 24 dari 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara. Dari 24 pegawai yang diberi kesempatan untuk mengikuti diklat, tercatat 18 pegawai telah bersedia dengan menandatangani formulir kesediaan untuk mengikuti diklat.

Sebanyak 18 pegawai yang bersedia mengikuti diklat, 16 pegawai akan mengikutinya secara langsung. Sedangkan dua pegawai yang masih menjalani isolasi mandiri akibat terpapar Covid-19 akan mengikutinya secara daring.

Adapun materi diklat meliputi studi dasar, inti, dan pendukung.Studi dasar mencakup wawasan kebangsaan (empat konsensus dasar negara), Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta, kepemimpinan berwawasan bela negara serta pencegahan dan penanggulangan terorisme/radikalisme dan konflik sosial. Studi inti, yaitu mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan dasar bela negara. Sedangkan studi pendukung antara lain pelaksanaan upacara pembukaan dan penutupan, muatan lokal (KPK) serta bimbingan dan pengasuhan.

Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar, menilai seharusnya KPK menangguhkan pelaksanaan pendidikan dan latihan. Alasannya, ada temuan kecacatan dalam proses TWK.

"Mengacu pada perjanjian yang cacat maka seharusnya (Diklat) seharusnya ditunda," kata Abdul Fickar Hadjar, Kamis (22/7).

Dia mengatakan, kalaupun ingin dilanjutkan maka harus dilakukan dengan aturan tertentu. Dia melanjutkan, harus juga ada kesepakatan antara semua pihak terkait agar program tersebut dapat terus berlanjut.

Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih dalam konferensi pers, Rabu (21/7), menjelaskan, hasil pemeriksaan terkait pengayaan TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK. "Tiga hal inilah yang oleh Ombudsman ditemukan maladministrasi," katanya.

Dia mengatakan, temuan ini akan diteruskan kepada pimpinan KPK, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Presiden Joko Widodo. Dia berharap temuan ini dapat ditindaklanjuti guan mengambil langkah lanjutan terkait proses TWK tersebut.

Dia menegaskan, hasil koreksi Ombudsman ini mengikat secara hukum mengingat hasil pemeriksaan merupakan produk hukum. Sebagai negara hukum maka KPK wajib mematuhi hukum dan apabila tidak memenuhi rekomendasi itu artinya tidak patuh terhadap hukum.

"Jika tidak patuh hukum berarti pejabat negara itu melanggar sumpah jabatan sehingga ada dampak hukumnya bagi mereka," katanya.

photo
Pimpinan KPK, KemenpanRB dan BKN memutuskan memecat 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) - (Republika.co.id.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement