Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani menilai, turunnya kasus kasus konfirmasi positif Covid-19 harian di Indonesia bukan karena penularan yang mulai berkurang. Namun, karena angka testing berkurang.
"Harus dilihat apakah betul ada penurunan kasus harian yang mungkin dipengaruhi oleh kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat (yang diterapkan 3 Juli hingga 20 Juli)," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (20/7).
Laura menambahkan, yang perlu dilihat adalah indikator positivity rate. Kalau yang dites sudah maksimal sekitar 200 ribu dan kasus baru positif Covid-19 berkurang, maka kasus harian memang menurun.
"Kalau bisa stabil di angka maksimal. Kalau kemampuan maksimal Indonesia bisa memeriksa 200 ribu spesimen per hari maka itu yang harus dijalankan setiap harinya," katanya.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra mendorong pemerintah agar lebih aktif dalam melakukan tes dan pelacakan atau testing dan tracing Covid-19. Setidaknya adalah satu juta spesimen setiap harinya.
"Paling tidak kami berharap sau juta spesimen per hari, sekarang kan masih di 200 ribu, 250 ribu, itu masih jauh sekali. Kalau kita tidak mampu mengikuti kapasitas testing ini, berarti kita tidak mampu mengikuti laju kecepatan penularan," ujar Hermawan dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (17/7).
Testing dan tracing, kata Hermawan, bertujuan untuk menyusun dan melaksanakan mitigasi risiko. Dengan begitu, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan penanganan pandemi yang sesuai dengan kondisi Covid-19 di masyarakat.
"Kedua adalah penyelamatan jiwa, dengan testing kita dapat mendeteksi orang, menangani, menyelamatkan, dan menghindari kematian," ujar Hermawan.
Kurangnya testing dan tracing, akhirnya menimbulkan efek gunung es pandemi Covid-19 di Indonesia. Saat hanya segelintir masyarakat saja yang terkonfirmasi positif terinfeksi virus tersebut, tetapi masih banyak orang di bawah yang belum terlacak.
"Bongkahan besarnya tidak kelihatan, itu juga berkorelasi dengan banyaknya rumah sakit yang tidak bisa menampung banyaknya pasien yang tiap hari datang dan antre," ujar Hermawan.