Rabu 30 Jun 2021 12:56 WIB

Genting Covid yang Kini tak Hanya Terjadi di Jakarta

Wilayah seputar Jakarta sudah mengumumkan berada di zona merah.

Pasien Covid-19 menunggu jemputan bus untuk dievakuasi menuju RSDC Wisma Atlet Kemayoran, di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (29/6). Seiring dengan peningkatan kasus harian Covid-19, Pemerintah berencana akan memberlakukan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat  melalui rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada Selasa 29 Juni 2021. Kebijakan tersebut rencananya akan diterapkan selama dua minggu di zona merah covid-19. Republika/Thoudy Badai
Foto:

Depok sejak kemarin juga resmi berstatus zona merah. "Satgas Penanganan Covid-19 Pusat mengumumkan status zona merah Covid-19 melalui 14 indikator. Skor Kota Depok dalam penilaian zonasi juga turun dari 1,93 menjadi 1,8," ujar Juru Bicara (Jubir) Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana.

Sejak April 2021, Kota Depok berstatus zona oranye atau wilayah dengan risiko sedang penularan Covid-19. Puncak gelombang pertama kasus Covid-19 di Depok terjadi pada 30 Januari 2021. Saat itu, 5.011 pasien dilaporkan menjalani isolasi maupun perawatan di rumah sakit. Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi selama pandemi Covid-19.

Dibutuhkan 10 bulan yakni terhitung dari Maret 2020 hingga Januari 2021, Kota Depok mencapai puncak tertinggi kasus Covid-19. Akibat lonjakan kasus itu, seluruh rumah sakit di Depok penuh, pasien Covid-19 harus antre untuk dirawat di rumah sakit.

Beberapa pekan kemudian, kasus Covid-19 di Depok mulai melandai. Depok menorehkan jumlah pasien Covid-19 terendah sejak September 2020, yakni hanya 978 pasien pada 19 Mei 2021.

Namun, Depok kembali mencapai puncak tertinggi kasus Covid-19 pada Juni 2020 atau lima bulan sejak puncak gelombang pertama. Kenaikan kasus harian dimulai pada 26 Mei 2021, di mana jumlah pasien Covid-19 di Depok yang mulanya stagnan di kisaran 1.020-1.040 pasien sehari, menjadi 1.099 pasien.

"Jadi untuk mencegah penularan Covid-19, perlu ditingkatkan penerapan protokol kesehatan (prokes) bagi setiap individu warga dan prokes di tempat-tempat umum. Tetap berada di rumah, kecuali untuk kepentingan mendesak dan kedaruratan," terangnya.

Kondisi Jabodetabek memang tidak baik. Di Jakarta, ketersediaan tempat tidur isolasi pasien Covid-19 di 140 rumah sakit rujukan Jakarta makin menipis. Meski kapasitasnya ditambah, tingkat keterisiannya malah naik jadi 93 persen.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mengatakan, pihaknya telah menambah jumlah tidur isolasi dan ICU Covid-19. Namun, dia tak menjelaskan secara terperinci penambahan tempat tidur di 140 rumah sakit rujukan itu.

Ia hanya menyebut, per 27 Juni, jumlah tempat tidur isolasi sudah 10.355 unit. "Persentase keterisiannya sebesar 93 persen dengan total pasien isolasi sebanyak 9.612 orang," kata Dwi dalam siaran pers Pemprov DKI Jakarta, Selasa (29/6).

Sedangkan tempat tidur ICU sudah 1.260 unit. Persentase keterisiannya kini sebesar 87 persen atau 1.096 pasien ICU.

Sekda DKI Jakarta Marullah Matali, Ahad (27/6), menyebut, jumlah tempat tidur isolasi sebanyak 10.252 dan tempat tidur ICU 1.255. Tingkat keterisiannya ketika itu secara berturut adalah 92 persen dan 87 persen.

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memperkirakan lonjakan kasus positif Covid-19 yang terjadi pasca libur Idulfitri masih akan terlihat hingga minggu kedelapan. Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, lonjakan kasus positif ini disebabkan karena masih adanya masyarakat yang melakukan mudik saat peniadaan diberlakukan serta adanya arus balik 1-2 minggu pasca Idul Fitri.

Selain itu, kenaikan ini juga diakibatkan karena munculnya beberapa varian Covid-19 baru yang telah masuk ke Indonesia dan diperparah dengan mobilitas yang tinggi. “Kondisi-kondisi ini menyebabkan dampak periode libur terlihat hingga minggu ke-6 dan kemungkinan masih akan terlihat hingga minggu ke-8,” ujar Wiku dalam paparannya.

Wiku menyebut, kenaikan kasus positif yang mulai terjadi satu minggu pasca libur lebaran menunjukkan dampak yang ditimbulkan terjadi sangat cepat. Pada awalnya, lanjutnya, kenaikan yang terjadi terlihat normal dan tidak terlalu signifikan.

Namun, setelah memasuki minggu keempat pasca periode libur Lebaran, kenaikan meningkat tajam dan berlangsung selama tiga minggu hingga mencapai puncak keduanya di minggu terakhir.

Wiku mengatakan, untuk mengendalikan lonjakan kasus positif ini bergantung pada kesiapan tiap-tiap daerah dalam menyusun dan menjalankan strategi penanganan di wilayahnya. Dengan demikian, lonjakan kasus yang terjadi dapat segera dikendalikan sehingga mengurangi beban pada fasilitas, sistem, dan tenaga kesehatan.

photo
Hoaks Vaksin dan Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement