Jumat 25 Jun 2021 11:41 WIB

Ini Penyebab Maraknya Pelaporan Kode Etik di KPK Menurut ICW

ICW menilai keteladanan dari pimpinan KPK telah hilang.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana
Foto:

Di luar itu, ICW semakin tidak melihat kinerja konkret dari Dewan Pengawas. Sebab, seringkali hal-hal yang ditangani bertolak belakang dengan fakta sebenarnya. "Misalnya saja untuk putusan tahun 2020 lalu terhadap Aprizal (eks Plt DirDumas KPK) yang semestinya dikenakan terhadap Ketua KPK, " ucap Kurnia. 

Selain itu, terdapat pula putusan yang dijatuhkan kepada Ketua WP KPK Yudi Purnomo dalam polemik penyidik Rossa Purbo Bekti. Dewan Pengawas juga kerap gagal dalam menggali kebenaran materiil dari suatu peristiwa.

"Ambil contoh dalam persidangan kode etik Firli Bahuri lalu. Kala itu, Dewan Pengawas tidak mencermati lebih lanjut perihal kwitansi penyewaan helikopter yang kental dengan nuansa gratifikasi," jelasnya.

Terakhir, proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas juga lambat. Sebut saja pelaporan sejumlah pegawai non aktif KPK terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan. 

"Jika saja Dewan Pengawas objektif dan independen, semestinya putusan etik sudah dapat dijatuhkan kepada seluruh Pimpinan KPK," ujar Kurnia. 

Sebelumnya, Dewan Pengawas KPK menerima 37 laporan dugaan pelanggaran kode etik insan komisi sepanjang semester I tahun ini. Jumlah tersebut bertambah dari tahun sebelumnya yang hanya 30 laporan. Anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, mengatakan peningkatan itu harus dilihat sebagai peringatan bagi insan KPK dalam berperilaku.

"Untuk tahun 2021 yang ini sebenarnya di luar dugaan kami juga, meningkat luar biasa untuk pengaduan etik. Pengaduan etik yang tadinya di tahun 2020 itu 30, untuk tahun 2021 sampai dengan bulan Juni ini sudah berjumlah 37," ujar Albertina dalam agenda peluncuran aplikasi penanganan laporan pelanggaran kode etik bernama 'Otentik'," Kamis (24/6).

"Ini juga mungkin ada warning juga untuk kita sesama insan komisi, kenapa ini jadi pengaduan etiknya sangat meningkat," sambungnya.

Sejauh ini, Dewan Pengawas KPK memiliki tiga sarana bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik setiap insan KPK. Sarana itu terdiri dari surat secara fisik, pengaduan melalui surat elektronik atau email di [email protected], dan aplikasi Otentik.

"Kalau disampaikan melalui email atau surat kadang-kadang masih kurang bukti-bukti yang diperlukan untuk fungsional melakukan analisis awal. Makanya, dengan Otentik ini kita bisa komunikasi langsung dengan pelapor atau pengadu, mungkin ada bukti-bukti awal yang bisa disampaikan sehingga bisa dianalisis," jelas Albertina.

Hingga kini, dua aduan pelanggaran kode etik yang saat ini tengah ditangani oleh Dewan Pengawas KPK. Dua aduan itu yakni dugaan pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan dugaan pelanggaran kode etik penyidik yang menangani kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Sementara untuk laporan dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri terkait gratifikasi dalam penyewaan helikopter belum disampaikan tindak lanjutnya oleh Dewan Pengawas KPK.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement