REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berupaya melakukan pencegahan stunting dengan fokus pada tiga tahapan. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KS-PK) Lalu Makripuddin mengatakan ketiga tahapan tersebut yakni masa sebelum menikah, masa kehamilan, dan masa bayi lahir hingga usia dua tahun.
Masa-masa sebelum menikah termasuk juga ketika seseorang memasuki masa remaja. "Tentu kemudian remaja putri kita harus sehat, dan remaja laki-laki kita harus sehat," kata Lalu, ditemui di Kantor BKKBN, Jakarta Timur, Rabu (23/6).
Jika sejak remaja sudah dipastikan sehat, maka ketika mereka memasuki usia menikah dan melakukan pernikahan maka kesehatannya sudah terjaga. Selanjutnya, ketika seseorang memutuskan untuk hamil menjadi salah satu masa yang diperhatikan oleh BKKBN.
Selama ibu hamil, pemeriksaan harus rutin dilakukan sehingga bayi dipastikan sehat dan tidak mengalami stunting. Lalu menegaskan, pada periode ini petugas kesehatan harus betul-betul melihat kondisi bayi dan menjaga kesehatan ibu dan bayinya.
Setelah bayi lahir, usia penting untuk menjaga anak dari terkena stunting adalah hingga mereka berusia dua tahun. Selama masa ini, kebutuhan gizi bayi harus diperhatikan sehingga mereka mendapatkan asupan makanan sehat yang cukup.
"Bagaimana ketika lahir sampai usia dua tahun bisa tumbuh dengan baik? Tentu dengan alat kontrasepsi. Ke depan akan ada pendampingan keluarga. Pendamping keluarga akan terdiri dari ibu bidan, didampingi teman-teman PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana)," kata Lalu menambahkan.
Ia menegaskan, jika perhatian kepada tiga tahapan ini terus dilakukan maka harapannya angka stunting di Indonesia bisa berkurang. Pemerintah menargetkan angka stunting bisa turun sampai 14 persen pada tahun 2024. Sementara pada 2020 angka stunting diperkirakan masih berada pada angka 27 persen.
Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN Eka Sulistia Ediningsih menjelaskan saat ini yang ditekankan saat ini kepada masyarakat adalah mengubah pola pikir. Masyarakat harus sadar bahwa kasus stunting masih menjadi masalah di Indonesia.
"Membuat masyarakat sadar bahwa kasus stunting ini bisa terjadi pada siapa saja. Artinya tidak hanya yang punya balita atau yang sedang hamil. Pada dasarnya kita semua merupakan keluarga berisiko stunting," kata Eka.
Saat ini, BKKBN memiliki sekitar 1,2 kader KB di lapangan. Idealnya mereka berada di kelurahan atau desa. Eka menjelaskan, tugas para kader akan sangat penting terutama di pulau terluar Indonesia. Tidak adanya sinyal internet perlu digantikan dengan para kader yang menjadi penyuluh KB kepada masyarakat secara langsung.
"Memang jumlahnya tidak cukup. Karena itu dilakukan bermitra dengan perangkat desa yang ada di sana. Stunting tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Maka, kita menggalang mitra sebanyak-banyaknya," ujar Eka.