Rabu 23 Jun 2021 18:13 WIB

Kecenderungan Varian Delta Serang 18 Tahun ke Bawah

Kemenkes temukan pasien di bawah 18 tahun yang idap varian Delta.

Masyarakat diminta menegakkan aturan protokol kesehatan termasuk menggunakan masker dobel untuk menghindari paparan varian Delta. Varian Delta ditemukan menginfeksi 18 tahun ke bawah di daerah dengan lonjakan kasus yang signifikan.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Masyarakat diminta menegakkan aturan protokol kesehatan termasuk menggunakan masker dobel untuk menghindari paparan varian Delta. Varian Delta ditemukan menginfeksi 18 tahun ke bawah di daerah dengan lonjakan kasus yang signifikan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Haura Hafizhah

Varian baru Covid-19 Delta menimbulkan kekhawatiran ekstra karena disebut berpotensi menyerang anak-anak. Kementerian Kesehatan melaporkan ada kecenderungan varian Delta menyerang pasien dengan rentang usia di bawah 18 tahun pada sejumlah daerah yang sedang mengalami lonjakan kasus.

Baca Juga

"Ada kecenderungan varian Delta di beberapa rumah sakit menyerang pasien di bawah usia 18 dan ada juga 10 tahun sudah ada yang kena. Itu pengamatan kami dari perbedaan varian baru ini," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, Rabu (23/6).

Ia mengatakan situasi itu dilaporkan berdasarkan laporan penelitian Whole Genom Sequencing atau WGS dari Kudus, Jateng, yang didominasi oleh kasus Delta. "Di Kudus, DKI sekalipun ada bukti Delta di sini, tapi di Kudus hampir semua yang kita periksa varian Delta, umumnya pada daerah yang mengalami lonjakan kasus tajam. Kita lihatnya via sampel genom sequencing yang bisa periksa varian baru," katanya.

Berdasarkan gejala klinis Delta, kata Maxi, seluruhnya memiliki kecenderungan yang sama, seperti batuk, pilek, demam dan lainnya. "Kalau soal paparan sama semua, karena semua virus melalui droplet dan udara. Jadi orang berpapasan bisa kena tapi memang semua corona virus seperti itu, tapi memang (Delta) penularannya cepat sekali," katanya.

Maxi menambahkan selain memiliki kecenderungan menyerang pasien di bawah usia 18 tahun, namun varian ini bisa menyerang semua umur. "Seperti dulu saat kasus dengue pertama muncul, varian awal dengue hanya pada anak, setelah berkembang sekian tahun juga menyerang dewasa," katanya.

Maxi menambahkan setiap varian SARS-CoV-2 memiliki spesifikasi masing-masing, namun yang perlu diperhatikan, sekalipun cepat penularannya tapi angka kematian dari varian Delta belum terbukti sangat ganas. "Tapi tetap saja, kalau nanti terkena dan terbatas fasilitas pelayanannya berarti angka kematian bisa juga terjadi," katanya.

Varian Delta juga disebut-sebut menyebabkan percepatan perburukan paru-paru pada pengidapnya. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, namun belum menemukan data publikasi yang mendukung pernyataan tersebut. Konon varian Delta sebabkan perburukan paru-paru pasien hanya dalam waktu 13 jam.

"Untuk keparahan atau severity mungkin juga lebih cepat parah. Tapi ini belum ada publikasi yang mendukung. Masih perkiraan," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (23/6).

Kemudian, ia melanjutkan bagi pasien yang terkena varian Delta akan lebih mudah menular dan lebih meningkatkan risiko rawat sebanyak dua kali. Sehingga ia menyarankan agar masyarakat berhati-hati dan tetap terapkan protokol kesehatan.

"Bagi yang terkena virus Covid-19 penting untuk melaporkan ke Satgas Covid di tingkat RT/RW dan kelurahan. Biasanya akan ada pendataan lalu pelaporan ke Puskesmas," kata dia.

Ia menambahkan jika terkena Covid-19 dalam kondisi Orang tanpa gejala (OTG) wajib menjalani isolasi mandiri (isoman). Sebaiknya, dilakukan selama 14 hari. Selama isoman, OTG tidak mendapat pengobatan khusus tetapi cukup vitamin atau multivitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Lalu, jika orang dengan gejala perlu dibedakan yaitu mereka termasuk gejala tergolong ringan, sedang dan berat. Penentuan jenis gejala ini harus berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis. Ia menyebut banyak orang salah kaprah menilai gejala.

"Kadang ada kekeliruan. Merasa dirinya tidak ada gejala sama sekali. Kepikirannya (gejala Covid) cuma batuk, pilek, sakit tenggorokan, jadi dianggap enggak ada gejala. Padahal yang dimaksud OTG itu yang benar-benar tidak ada gejala atau keluhan sama sekali," kata dia.

Ia menekankan masyarakat harus semakin peka akan keluhan kesehatan apapun saat terdeteksi positif Covid-19. Tidak hanya keluhan seputar pernapasan, keluhan di luar pernapasan pun patut mendapat perhatian seperti, lemas, sakit kepala, diare, hilang kemampuan dan penciuman.

Ia menyarankan untuk berkonsultasi dengan dokter secara virtual semisal konsultasi online untuk mengenal keluhan atau gejala yang dialami jika masuk dalam gejala Covid-19. Pemeriksaan gejala bisa dilakukan di Puskesmas, klinik kesehatan atau rumah sakit. Disini akan dilakukan pemeriksaan dasar yang lanjut minimal rontgen atau radiologis.

"Dari prosedur pemeriksaan ini akan diketahui kondisi paru pasien. Jika ada kelainan pada paru atau pneumonia maka pasien sudah masuk dalam kategori Covid-19 gejala sedang. Namun, jika tak ada masalah dengan paru, pasien tergolong Covid-19 gejala ringan dan biasanya akan dilanjutkan dengan isoman," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement