Rabu 23 Jun 2021 06:10 WIB

Jampidsus Beri Sinyal tak Ajukan Kasasi Kasus Pinangki 

Pinangki mendapatkan rabat hukuman hanya karena alasan perempuan dan memiliki balita.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Ali Mukartono.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Ali Mukartono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyiratkan tak mengajukan kasasi terkait hasil banding terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan, kasus Pinangki tak merugikan negara. Malah sebaliknya, menurut Ali, hukuman terhadap Pinangki justru menguntungkan negara.

“Sudah jelas keputusan pengadilannya kan. Malah dari Pinangki, dapat mobil kan negara,” ujar saat ditemui wartawan di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Selasa (22/6) malam. 

Ali sebenarnya mengaku bosan saban ditanya tentang rencana kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas hasil banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, yang mengurangi hukuman Pinangki dari 10 menjadi hanya empat tahun penjara. Sebab, menurut Ali, terkait kasus Pinangki tersebut, masih banyak terdakwa lainnya. “Mengapa yang dicari-cari Pinangki terus?” ujar Ali ketus. 

Ali tak setuju dengan pertanyaan sejumlah pewarta, yang menjadikan masalah korting hukuman terhadap Pinangki tersebut belakangan menjadi bahan kritik publik terhadap tim penuntutan kejaksaan. “Yang menggejolakkan (menjadi kritik publik--Red) siapa? Sampeyan-sampeyan (wartawan) kan?” ujar Ali.

Bahkan, Ali menolak untuk membanding-bandingkan hukuman antara Pinangki, sebagai jaksa yang terbukti menerima suap, dan gratifikasi. Namun, mendapatkan rabat hukuman hanya karena alasan perempuan dan memiliki balita. Sementara, banyak kasus korupsi dan pidana umum yang sama, pun perempuan dan punya anak bayi, tapi mendapatkan hukuman yang lebih berat. “Iya, itu kan bukan kita,” ujar Ali. 

Namun, ketika diminta ketegasan apakah sebagai Jampidsus akan memutuskan untuk mengajukan kasasi, atau tidak, Ali mengatakan, belum dapat memutuskan. “Tunggu yang lain. Ini kan (kasus Pinangki), tersangkanya (terdakwanya) banyak. Itu satu kesatuan,” kata Ali menerangkan.  

Kasus Pinangki terkait dengan skandal suap dan gratifikasi dalam upaya membebaskan buronan korupsi Djoko Sugiarto Tjandra. Di pengadilan tingkat pertama di PN Tipikor, Pinangki dinyatakan terbukti dan bersalah menerima uang senilai 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra saat masih menjadi buronan. 

Uang tersebut diberikan terkait dengan usaha Pinangki, selaku jaksa, menyusun proposal pembebasan Djoko Tjandra lewat pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA). Selain dituduh menerima suap dan gratifikasi, Pinangki juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Atas putusan tersebut, Pinangki mengajukan banding. Pada Senin (14/6), Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding. Tiga hakim tinggi mengubah putusan PN Tipikor menjadi empat tahun penjara. Putusan banding tersebut sebetulnya sesuai seperti tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang tingat pertama. 

Dalam pertimbangan banding disebutkan, hukuman 10 tahun penjara terhadap Pinangki terlalu berat. Alasannya, menurut hakim, karena Pinangki selama persidangan tingkat pertama mengakui kesalahan dan perbuatannya. “Dan, mengatakan menyesal atas perbuatannya itu,” begitu isi putusan banding tersebut. 

Selain itu, Pinangki pun dikatakan hakim tinggi menerima keputusan disiplin di internal kejaksaan yang memecatnya sebagai jaksa. “Oleh karena itu, ia (Pinangki) dapat diharapkan akan berprilaku sebagai warga masyarakat yang baik,” sambung putusan banding. 

Pertimbangan hakim tinggi lainnya, yakni melihat Pinangki sebagai seorang perempuan yang memilik anak balita. Perannya sebagai ibu dari seorang anak usia empat tahun, menurut hakim tinggi, berat jika harus menjalani hukuman selama 10 tahun penjara. “Sehingga, layak untuk diberi kesempatan mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan. Bahwa terdakwa sebagai wanita, harus juga mendapat perhatian, perlindungan, dan perlakuan secara adil,” begitu menurut hakim banding.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement