REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Advokasi Bike To Work (B2W) Indonesia Fahmi Saimima mengatakan pembongkaran jalur sepeda permanen di ruas Jalan Sudirman-Jalan Thamrin sebenarnya melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009. UU tersebut menyebut lalu lintas dan angkutan salah satunya harus dilengkapi fasilitas sepeda.
Namun, ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa jika pemerintah memutuskan untuk membongkar. "Jalur sepeda itu ada di UU Nomor 22 Tahun 2009. Kalau di bongkar pun atas nama pembuat kebijakan, kami terima. Lalu, tupoksinya kepolisian itu penegakan hukum bukan bongkar jalur sepeda. Jadi, kami sebagai masyarakat yang taat hukum santai saja, wong itu diluar ranahnya polisi," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (17/6).
Ia mengatakan hal ini merupakan sebuah kemunduran terbesar dalam sejarah transportasi di Indonesia dan dunia. "Ketika sebuah kota mau beradab dan menciptakan kelayakan hidup bagi warganya tapi ini mau menciptakan kemunduran," kata dia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku sepakat jika jalur sepeda di Jakarta dibongkar. Namun, Polri masih melakukan kajian agar menemukan formula yang tepat dalam menyikapi usulan tersebut.
"Kami akan terus mencari formula yang pas, kami setuju untuk masalah yang (jalur sepeda) yang permanen itu nanti dibongkar," ujar Listyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (16/6).
Listyo mengatakan Polri akan terlebih dahulu melakukan studi banding ke negara-negara yang memiliki jalur sepeda di kotanya. Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Perhubungan juga akan dilakukan dalam membahas jalur sepeda.
"Sehingga, kemudian pengaturan rute sepeda, baik sepeda yang digunakan untuk bekerja maupun berolahraga, terkait dengan jamnya kemudian pengaturan luas wilayahnya," ujar Listyo.